Lihat ke Halaman Asli

Manajemen "Salah Melulu"

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah anda bekerja di sebuah perusahaan yang sikap dan perilaku si "boss" selalu menyalahkan apa yang sudah anda kerjakan ? Perilaku dan sikap "boss" yang dalam perkataannya selalu negatif didalam menilai "sebaik" apapun pekerjaan yang sudah dilakukan karyawannya seringkali dijadikan alat pembenaran manajemen untuk mendorong supaya si karyawan bekerja lebih baik dan lebih baik lagi. Tetapi benarkah tujuan manajemen demikian adanya?

Pendapat demikian sah-sah saja,karena ada hukum tak tertulis bahwa "boss can't do wrong"...! Tetapi ada hal yang perlu diperhatikan dalam memimpin sebuah perusahaan atau organisasi,yaitu motivasi terbesar karyawan bekerja dengan integritas dan loyalitas serta semangat kerja yang tinggi bukan dengan cara-cara negatif,tetapi justru dengan melakukan banyak perkataan positip dan konstruktif  akan membangun moral kerja yang tinggi.

Disadari atau tidak,penerapanan Manajemen "Salah melulu" hampir sebagian besar dilakukan oleh para pimpinan perusahaan/organisasi terhadap karyawannya. Karena sudah berbaur dengan karakter yang "asli" maka sulit bagi seorang "boss" melepaskan diri dari sikap dan perilaku yang suka menyalahkan ; Akibatnya tujuan manajemen seringkali tidak tercapai,karena semua karyawan takut bertindak dan berkreasi,"buat apa bertindak dulu....? buat apa berkreasi...? ntar juga pasti salah...!" Daripada disalahkan,maka semua menunggu "instruksi" atau "apa maunya si boss"

Dalam jajaran tim kerja yang hanya berfungsi sebagai eksekutor dan menunggu perintah "boss" akan sangat membahayakan perkembangan perusahaan/organisasi. Cepat atau lambat,seorang "boss" akan diperhadapkan pada situasi dimana waktu tidak bisa diputar kembali,usia tidak mungkin diminta,sakit/kelemahan tubuh tidak bisa dicegah, dan kalau "boss" juga seorang "karyawan berpangkat tinggi" dipastikan akan berakhir dengan periode masa jabatan. Oleh karena itu,seiring waktu yang dimiliki oleh si "boss" maka perusahaan/organisasi itu juga akan hancur dengan sendirinya. Tidak perlu campur tangan orang lain,cukup waktu yang akan menggerus kebesaran perusahaan/organisasi tersebut.

Mendorong tim kerja yang kreatif dan inovatif tidak bisa dilakukan dengan sekat atau jarak yang besar antara "boss" dengan tim kerjanya. Selama sikap dan perilaku si "boss" tidak berubah,sebanyak apapun kegiatan "outbound" atau "ice breaking" yang dilakukan di perusahaan /organisasi tidak akan menjamin  tim kerja mereka meningkat kreatifitasnya. Sekat yang lebar dan perilaku serta sikap si "boss" sangat korelatif,dan inilah yang menyebabkan banyak pemimpin perusahaan/organsisasi gagal dalam memimpin sebuah grup manajemen untuk mencapai tujuan besar mereka.

SBY,mantan presiden RI mempunyai sikap dan perilaku yang penuh berwibawa,dilihat penampilannya orang pasti setuju bahwa sosok SBY adalah sosok pemimpin yang berwibawa,walau dalam beberapa hal dituduh sebagai seorang pemimpin yang mempunyai perilaku peragu. Tetapi ternyata sejarah membuktikan,bahwa apa yang dilakukan oleh SBY bukanlah perilaku peragu,tetapi lebih terlihat berhati-hati mengambil keputusan,tetapi tetap tegas. Hal jarak atau sekat SBY dengan tim kerjanya,semua orang juga bisa menilai dan dipastikan banyak mengundang pro-kontra tergantung sisi mana yang mau dilihat.

Berbeda dengan SBY,seorang Jokowi menampilkan sosok yang ingin dilihat sebagai Presiden yang dekat dengan rakyat,tanpa sekat yang lebar ; Juga dalam mengumumkan kabinet kerjanya,terlihat para menterinya menampilkan tim kerja yang tanpa jarak dengan presiden Jokowi. Tetapi ketika kasus KPK vs POLRI membelit pemerintahan Jokowi-JK ini,banyak publik mencela sikap dan perilaku presiden Jokowi yang tidak berlaku tegas,terus mengulur waktu sehingga kisruh KPK vs POLRI berlangsung lebih dari 30 hari. Walau pendapat ini juga menimbulkan pro-kontra (tergantung dari sisi mana dan siapa yang melihat),tetapi tentu saja publik bisa menilai secara obyektif di era keterbukaan informasi ini.

Korelasi sikap dan perilaku serta sekat yang dibangun oleh seorang pemimpin atau "boss" sangat menentukan keberhasilan organisasi / perusahaan yang dipimpinnya. Yang terbaik tentu saja adalah "boss" yang bisa menjalankan roda organisasi / perusahaan tanpa sekat yang lebar (tidak "bosy") sehingga tahu "isi perut" tim kerjanya dengan baik dan perilaku / sikap "boss" yang memberi rasa perlindungan keamanan,kenyamanan  dalam bekerja dengan sikap tegasnya.

Manajemen "salah melulu" menjadikan orang tidak kreatif dan tidak inovatif....!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline