Lihat ke Halaman Asli

Abdy Jaya Marpaung

Lihat, dengar, nulis

Cinta yang Keliru

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_55847" align="alignleft" width="198" caption="gambar: internet"][/caption] Dana benar-benar seperti kejatuhan bintang, ia tidak menyangka sama sekali apa yang terjadi pada dirinya. Sesuatu yang jauh dari angan-angannya, sesuatu yang belum pernah ia impikan tiba-tiba hadir. Bila ia genggam, akan ada pelangi yang akan mewarnai hidupnya, langkahnya dan masa depannya. Dana, anak perempuan sederhana, tinggal di propinsi paling ujung di Pulau Sumatera diproyeksikan untuk mendapatkan beasiswa ke perguruan tinggi ternama di Jogjakarta. Sungguh anugerah yang luar biasa, karena tidak semua anak bisa mendapatkan kesempatan itu. Bahkan banyak orang harus bersusah payah mendapatkan bangku di perguruan tinggi tersebut dengan menghabiskan dana yang tidak sedikit untuk mengikuti bimbingan belajar menghadapi ujian masuknya, mengikuti ujiannya dan sebagainya. Namun kebanggaan itu tampaknya hanya sebentar singgah dihatinya. Ia tak lagi tampak bahagia. Ucapan selamat yang diterima hanya ditanggapi dingin dengan senyum dipaksakan. Usut punya usut, Dana ternyata menghadapi dilema, di satu sisi ia senang mendapatkan beasiswa dan ingin sekali menempuh jenjang sarjana di perguruan tinggi yang menjadi idaman banyak calon mahasiswa Indonesia. Namun di sisi lain, orangtua Dana tidak mengizinkannya jauh dari keluarga. Sebagai anak terakhir, Dana menjadi permata orangtuanya. Ketidakadaan Dana sama seperti rumah tanpa cahaya. Siapa nanti yang bantu-bantu beresin rumah? Siapa yang merawat kami jika sakit? Begitu alasan orangtuanya untuk memadamkan keinginan Dana. Di Indonesia, mungkin saja banyak kisah seperti yang dialami Dana. Orangtua telah menghilangkan kesempatan anaknya untuk meraih pendidikan tinggi. Pendidikan yang membaikkan masa depannya. Pendidikan yang akan mengangkat derajat hidup kaum perempuan, yah... paling tidak akan tumbuh generasi muda Indonesia yang berilmu dan bisa berkontribusi buat keluarga dan negerinya. Orangtua yang tidak sadar akan hak pendidikan buat anaknya sama dengan menggadaikan masa depan anaknya sendiri. Orangtua lebih senang jika anaknya bisa membereskan pekerjaan di rumah, segera menikah dan menemani orangtua menghabiskan masa tua ketimbang pergi jauh untuk menuntut ilmu. Dana, hanyalah sosok anak perempuan yang menjadi korban dari cinta orangtua yang keliru. Cinta yang telah meniadakan kesempatannya untuk menjadi 'orang', cinta yang melunturkan cita-citanya yang diukir sejak kanak-kanak dulu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline