Lihat ke Halaman Asli

Abdy Jaya Marpaung

Lihat, dengar, nulis

Mau Mati Bagaimana...

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dikisahkan, seorang yang taat pada Allah sedang mengalami sakaratul maut. Rasa sakit yang ia hadapi membuatnya menjadi haus. orang shalih itupun meminta air minum. Namun air itu keburu tumpah sebelum sampai ke bibir si shalih. Ternyata air itu tumpah karena dihalangi oleh malaikat yang diperintahkan Allah agar air itu tidak sampai membasahi tenggorokan si shalih. [caption id="attachment_103518" align="alignleft" width="395" caption="keranda, kendaraan ke kubur"][/caption] Pada waktu yang lain, seorang kaya yang kufur menghadapi hari-hari terakhirnya hidup di dunia. Sebelum malaikat maut menjemputnya, si kaya meminta dihidangkan makanan kesukaannya, ia ingin diakhir hidupnya dapat happy ending. Sanak keluarganya pun mengusahakan permintaannya. Walau permintaannya itu cukup sulit namun mereka berupaya keras mendapatkannya dan akhirnya si Kaya dapat menikmati makanan favoritnya dan kemudian meninggal. Semua kisah itu disaksikan malaikat yang sebelumnya menyaksikan kematian si shalih. Ditengah rasa penasarannya, malaikat bertanya pada Allah; "Ya Allah, aku telah menyaksikan dua kisah dari hambaMu antara hamba Mu yang shalih dengan hambaMu yang kaya. Namun mengapa Engkau memintaku untuk menghalangi air itu sampai ke mulut hambaMu yang shalih. Sedangkan pada hambaMu yang kaya dan kufur ini, Engkau membiarkannya mendapatkan apa yang ia inginkan?" Allah lalu memberikan penjelasan kepada malaikat. tentang si shalih, air yang akan diminumnya pada hari itu adalah menjadi penderitaan terakhir dalam hidupnya di dunia maupun di akhirat. Sehingga tak ada lagi beban dan siksaan lagi yang akan ia terima di akhirat. Ia akan dapat menikmati kehidupan kekalnya di akhirat dengan limpahan karunia atas balasan amal kebajikannya yang ia lakukan di dunia. Sedangkan bagi si kaya, semasa hidupnya Allah telah melimpahinya dengan kenikmatan duniawi, namun kenikmatan yang ia rasakan tidak menjadikannya beriman kepada Allah. Malah ia kufur nikmat dan banyak menggunakan hartanya untuk jalan kebatilan. Maka kenikmatan yang ia rasakan di akhir hidupnya itulah kenikmatan terakhir. Tidak ada lagi kenikmatan yang akan ia rasakan di akhirat kelak sesuai dengan amal perbuatannya di dunia. Kisah si Shalih dan Si Kaya yang kufur tentu banyak terjadi dikehidupan keseharian kita, atau barangkali kita adalah si shalih sendiri atau berperan menjadi si Kaya yang kufur. Yang harus kita sadari adalah kehidupan di dunia ini hanyalah sementara, tidak ada manusia yang hidup kekal di dunia ini. Kita saja tidak bisa memprediksi kapan kita mati. Bisa saja setelah membaca postingan ini... (bukan nakutin loh...) Kebanyakan dari kita mungkin berharap saat menjelang ajal nanti kita bisa meninggal dalam keadaan baik, dilihat seluruh anggota keluarga dan masih sempat menikmati sedikit kesenangan. Hal itu tidak lah salah, namun jangan sampai kita menganggap bahwa kesenangan yang kita dapatkan pada saat menjelang kematian adalah jaminan bahwa kesenangan itu akan berlanjut di kehidupan akhirat. Begitu pula, banyak orang baik dan shalih meninggal dengan cara yang tidak kita inginkan, seperti meninggal dalam kecelakaan, penyakit yang parah, dibunuh dsb. Bukan berarti kematian seperti itu adalah akibat dari perbuatan buruknya atau hukuman dari Tuhan yang ia rasakan di dunia dan berlanjut di akhirat nanti. Ingatkan kisah Umar bin Khattab yang meninggal dibunuh? Kisah di atas sudah menjelaskan kepada kita semua bahwa apa yang kita tanam, itulah yang akan kita tuai. Jika kita menanam benih kebaikan, kita  juga akan memanen kebaikan. Begitu juga sebaliknya. So, udah saatnya kita mempersiapkan bekal untuk kehidupan di akhir nanti dengan menjalankan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi laranganNya dan tentu saja kita meminta meninggal dalam keadaan husnul khatimah (akhir yang baik). Semoga bermanfaat ya... Note: Kisah di atas kudengar saat mendengarkan khutbah jumat dan ditulis dengan ingatan semampunya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline