Lihat ke Halaman Asli

ABDURROFI ABDULLAH AZZAM

Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, Dan Cinta Indonesia

Dinasti Politik Menghancurkan Bangsa dan Menyejahterakan Oligarki

Diperbarui: 14 Agustus 2020   00:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dinasti politik 2020 (kppod.org/Istimewa)

Dinasti politik menghancurkan bangsa karena mereka dari keluarga Durjana. Kepentingan oligarki melebihi kepentingan nasional membuat Ibu pertiwi semakin berlinang. Air matanya sedih tak terbendung dalam rentetan politik dinasti berafiliasi untuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Politik dinasti sejahterakan oligarki sedangkan rakyat semakin tidak percaya penguasa.

Kasus politik dinasti dikembangkan  kembali oleh Presiden Jokowi. Putranya Gibran Rakabuming Raka maju dalam pilwakot solo untuk kekuasaan pangeran, untuk naik tahta didukung partai reformasi, PAN. Seandainya Jokowi bukan tokoh besar, barangkali Gibran hanya seorang anak muda yang suka nongkrong, merokok, dan main game online saja atau Gibran akan tetap menjadi seorang pedagang di pasar solo.

Konflik kepentinga keluarga washington (ny.com/john)

Pada dasarnya sistem dinasti politik Gibran adalah privilage anak pejabat ibarat Tommy Soeharto dalam keluarga cendana. Mereka tidak hanya mudah  memperoleh kekuasaan tapi proyek dalam kepentingan oligarki. Kebetulan, Gibran  anak Jokowi dan ada nama tokoh di belakangnya dari partai besar, jadilah Gibran menjadi seorang yang banyak dibicarakan publik. Gibran ditinjau dari konotasi negatif daripada konotasi positif. Konotasi negatif akan menciptakan pengkelompokan elit dalam oligarki daerah sampai nasional.

Pembaca dapat mengirimkan imajinasi masa lalu bahwa politik dinasti persis dengan kerajaan. Kekuasaan diturunkan berdasarkan trah, Trah berasal dari bahasa Jawa modern yang berarti garis keturunan. Mengapa demokrasi Indonesia rasa kerajaan? karena secara histrois kekuasaan dapat di wariskan kepada keturunan ataupun keluarga sejak lampau. Kerajaan Islam di Indonesia  sejak abad 13 Masehi telah tersebar di beberapa daerah di Indonesia menggunakan garis keturunan. 

Kekuasaan dalam sistem pemerintahan kerajaan dengan garis keturunan sehingga kekuasaan  turun-temurun

Tak heran Nusantara lampau menganut politik dinasti dalam sistem kerajaan. Pembaca excellent bisa menelaah makna dan arti politik dinasti seperti Kerajaan Islam di Indonesia. Semua rakyat memberi rasa hormat pada sang Raja dan Pangeran. Wibawa dan kebijaksanaan menjadi ketundukan rakyat dalam hormat. Hafal Al-Quran dan Hadist tidak dipenuhi permufakatan jahat kepada rakyat.

Sampel Dinasti Ratu Atut dan adiknya Tubagus Chaeri Wardana dalam kasus penyuapan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Harapannya dengan menggunakan sistem dinasti politik untuk syahwat kekuasaan. Mereka tidak berpegang pada Al-Quran dan Hadist sehingga hati mereka dipenuhi permufakatan jahat namun ada Abraham Samad sebagai Ketua KPK. KPK adalah lembaga amanah reformasi sehingga penulis tidak cemas pada aktor politik dinasti yang mencoba melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme.

Sistem kepemimpinan Indonesia telah menerapkan sistem kepemimpinan kesukuan dan keturunan sebagai wajah modern kerajaan abad 21 dalam negara bangsa (nation state).

Tenunan kebangsaan Indonesia harus dijaga bersama dalam menghiasi keanekaragaman bumi pertiwi. Namun apabila pelaku politik dinasti melakukan permufakatan jahat. Mereka telah menjabat namun berkhianat pada negara. Maka mereka harus dihukum, hukum harus ditegakkan meskipun langit runtuh. Pucuk tertinggi hukuman dalam pengadilan Tuhan di hari Pembalasan.[]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline