Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic an Finance (INDEF) menyebut pemerintah bisa memakai sisa anggara 200 Triliun untuk vaksin gratis.(1) Ancaman suntik mati korupsi vaksin dari anggaran 200 triliun harus segera disampaikan Presiden Jokowi.
Suntik Mati Korupsi Vaksin Dari Anggaran 200 Triliun bisa ditinjau dari segi hukum dan hak asasi manusia jika ditinjau dari aspek hukum pidana dan hak asasi manusia di Indonesia masih mengalami perdebatan yang sudah menemukan ujung, karena keselamatan masyarakat Indonesia merupakan hukum tertinggi, maka yang korupsi dalam suasana bencana, tidak ada pilihan lain dalam menegakkan suntik mati.
Suntik mati berarti memasukan zat kimia untuk menyebabkan kematian, akan tetapi untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang korupsi menghadapi kematiannya. Dalam siklus hidup ada kehidupan dan ada kematian kita bisa mati karena tabrakan, bunuh diri, stres dan korupsi juga.
Zat kimia suntik mati bisa menggunakan sodium thiopental, potasium klorida dan pancuronium bromide. Suntik mati berupa penyiksaan sangat kejam di dunia bagi koruptor yang tega mengambil hak-hak rakyatnya.
Desakan sejumlah pihak agar anggaran tidak dikorupsi rakyat di tengah pandemi Covid-19 diabaikan. Beberapa bentuk timbal balik pajak dengan demikian erat terkait dengan pendistribusian kembali dalam bentuk vaksin dan bantuan sosial, dimana bantuan sosial dikorupsi Mentri Sosial dan vaksin masih belum di korupsi oknum.
Pada perkembangan selanjutnya banyak rakyat Indonesia sendiri tidak percaya kepada pemerintah. Dengan demikian, setelah para tokoh atau pelajar itu menuntut ilmu lalu menjabat, mereka balik ke jabatannya dengan membangun budaya jujur dan peduli pada hak-hak rakyat. Hukum harus ditegakan meskipun pandemi covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H