Masyarakat Indonesia menilai penerapan pajak karbon dinilai tepat sebagai perjuangan Indonesia melawan emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Pajak karbon menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan adalah pajak yang dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup.
Beberapa negara sudah mengimplementasikanpajak karbon dengan perhitungan yang berbeda-beda. Setidaknya lebih dari 27 negara di seluruh dunia mampu menurunkan emisi sekaligus penambahan pemasukan negara dari penerimaan pajak.
Pemerintah masih melihat kerusakan alam mungkin sekarang saat yang tepat untuk menerapkan pajak karbon apalagi erupsi gunung semeru dapat menyebabkan terjadi pemanasan global yaitu suhu permukaan tanah, suhu udara, dan kelembapan relatif.
Cara menjaga alam ini sangat mudah sekali yaitu mulai dengan menjaga lingkungan di sekitar yaitu menerap pajak karbon akan menyebabkan kenaikan harga baik di sisi hulu maupun di hilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon di Indonesia.
Masyarakat tidak panik, sehingga dalam upaya menyikapi beragam pemasar yang menghasilkan karbon dapat berjalan sebagaimana mestinya terutama mengurangi dampak negatif dari pajak karbon.
Untuk mengurangi dampak negatif dari pajak karbon bagi masyarakat menengah ke bawah tersebut (bagian 40% Rumah Tangga), pemerintah menyiapkan bantalan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan dukungan Pemda melalui 2% DTU.
Keberadaan fasilitas transportasi publik memadai untuk menekan ketergantungan penggunaan kendaraan pribadi akan menghemat konsumsi BBM akan dinikmati langsung oleh masyarakat Indonesia.
Kenaikan BBM tersebut menimbulkan banyak respons dari positif masyarakat. Kebijakan yang berlaku tersebut dianggap menguntungkan masyarakat untuk beralih menggunakan energi ramah lingkungan.