Disampaikan Abdurrofi Abdullah Azzam, satu-satunya upaya terbuka untuk mencegah perang saudara adalah melalui Resolusi Konfusianisme karena kebijaksanaan filsuf ini telah menjadi pedoman Tiongkok dan Taiwan tentang pemerintahan dan kode moralitas selama ribuan tahun.
Dari krisis sosial-politik yang tidak berkesudahan di suatu era yang disebut sebagai Zhan Guo (Zaman Negara-Negara Berperang) antara raja-raja kemudian para elite Republik pada tingkat pemerintahan, Konfusius menyerukan agar setiap penguasa bertindak berdasarkan kemanusiaan (Ren) dan keadilan (Yi) sehingga tetap dicintai dan dipatuhi rakyatnya telah mengalami polarisasi.
Perang Saudara Era Republik
Masyarakat Republik Tiongkok dari garis massa pedesaan memang berpihak kepada komunis dibandikan elite nasionalis karena para nasionalis dianggap demokratis memiliki rekam jejak buruk seperti Chiang Kai Shek jauh dari nilai-nilai konfusianisme.
Pada tahun 1927 Chiang Kai Shek berusaha menyingkirkan kaum komunis yang naif disebut dengan Shanghai Massacre, yaitu pembunuhan massal atau pembersihan terhadap kaum komunis.
Pemikiran politik Mao terlihat dalam pandangannya tentang garis massa (pedesaan) yang terkenal dengan semboyan dari massa, untuk massa dalam pelarian terhadap Republik Tiongkok yang dipimpin angkatan perang yang disebut Tentara Revolusi Nasional.
Ketika invasi Jepang diperintahkan oleh kaisar Hirohito ke Republik Tiongkok pada tahun 1937 terjadi peristiwa penculikan Chiang Kai Shek di Xi An, sehingga memunculkan persatuan pemerintah Nasionalis dengan Tentara Pembebasan Rakyat (Tiongkok Komunis) dalam Front Persatuan Nasional untuk menghadapi invasi Jepang.
Front Persatuan Nasional dikenal mereka komporomi mencegah perang saudara dengan menggunakan kepentingan bersama karena mereka saudara se-iman konfusianisme berdasarkan kemanusiaan (Ren) dan keadilan (Yi).
Setelah Front Persatuan Nasional berhasil mengalahkan Jepang terjadi Revolusi Tentara Pembebasan Rakyat (Komunis) pada tahun 1949 dengan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok di bawah kekuasaan Partai Komunis Tiongkok. Ini membuktikan mereka tidak naif terhadap kelompok nasionalis (demokratis) seperti peristiwa Shanghai Massacre.
Kekalahan Tentara Revolusi Nasional dan kelompok elit demokratis pada pindah ke daratan Taiwan, kemudia mereka menganggap Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tidak sah yang dikuasai Tentara Pembebasan Rakyat (Komunis Tiongkok) sedangkan (kepemimpinan) yang sah adalah Republik Tiongkok (RT) dipimpin dari Taipe.