Lihat ke Halaman Asli

Abdurrofi Abdullah Azzam

Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, dan Berbudaya Asia Afrika

Cinta Segitiga Jawa, Islam, dan Indonesia Tanpa Toksik

Diperbarui: 17 Februari 2022   09:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Jawa, Islam, dan Indonesia Tanpa Toksik. Gambar: Antaranews.com

Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, dengan Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia, dengan 86,88%dari penduduk yang menganut agama Islam dan suku Jawa mewakili 40,22 persen jumlah penduduk Indonesia sebagai pengelola utama demokrasi.

Legitimasi presiden dari suku Jawa telah secara luas dianggap sebagai rumah Islam yang moderat dibandingkan dengan Islam politik yang lebih asertif dan kebangkitan Islam militan yang terjadi di suku-suku Timur Tengah di Indonesia dianggap toksik merusak demokrasi.

Banyak dari penduduk pulau utama Jawa sudah lama menganut perpaduan Jawa, kepercayaan Hindu-Budha dikombinasikan dengan kepercayaan Islam sebagai cinta segitiga dan praktik ritual hingga pergeseran lanskap keagamaan perpaduan dikenal cinta segitiga antara Islam, Jawa, dan Indonesia tanpa toksik.

Seiring meningkatnya sejumlah yang disebut muslim, meningkat literasi mengelola demokrasi, suku Jawa telah berusaha untuk memperdalam iman mereka, dan lebih dekat dengan aturan-aturan Islam dibuktikan periode era reformasi sebagai era ekonomi syariah menuju Indonesia emas.

Kampus universitas telah menjadi lahan subur dengan mahasiswa direkrut ke dalam beragam sel organisasi disiplin yang telah didirikan gerakan Islam yang moderat, seimbang, dan berkemajuan untuk mengambil inspirasi mengelola demokrasi tanpa toksik.

Beberapa dari sel-sel ini telah mengambil inspirasi mereka dari pemikiran fundamentalis dan model organisasi dari gerakan Islam radikal di Timur Tengah membuka perang terbuka antara pemerintah dan rakyatnya telah ada peningkatan yang stabil dalam kesadaran sehingga mereka minim dukungan.

Keberadaan gerakan Islam radikal jelas bahwa untuk sebagian besar periode Orde Lama hingga Orde Baru, jauh dari percikan kebangkitan politik Islam, pembatasan berat dari Presiden Soekarno hingga Presiden Soeharto pada politik Islam organisasi berhasil mencegah kebangkitan politik Islam yang separatisme.

Selama dua dekade pertama Orde Baru atau akhir orde lama, hubungan negara-Islam sebagian besar antagonis, Soeharto menghadapi sedikit oposisi atau perbedaan pendapat Islam yang terorganisir sehingga Badan intelijen militer menjaga aktivitas organisasi Muslim di bawah pengawasan ketat dan militer.

Terjadi pergeseran hubungan negara dan Islam pada tahun 1990-an, dengan hubungan negara dan Islam telah akomodasi muncul ketika Suharto berusaha mengkooptasi kelas menengah Muslim dan kritikus Muslim sebagai basis dukungan baru bagi rezimnya sebagai hubungan yang toksik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline