Lihat ke Halaman Asli

Abdurrofi Abdullah Azzam

Intelektual Muda, Cendikiawan Pandai, dan Berbudaya Asia Afrika

Quovadis Revisi UU Pemilu dalam Layanan Publik yang Demokratis

Diperbarui: 4 Maret 2021   17:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Quovadis REVISI UU Pemilu dalam Layanan Publik Yang Demokratis. Gambar: BBC.com

Kebijakan-kebijakan Indonesia berdasarkan hasil pemilu sehingga "Quovadis RUU Pemilu" menjadi pembahasan penting. Pemerintah demokrasi harus seimbang antara legislatif dan eksekutif sehingga legislatif sebagai komune bertanggung jawab atas sebagian besar layanan publik yang demokratis.

Perdebatan antara fraksi legislatif kuat terutama komisi dua antara melanjutkan RUU Pemilu atau menyetop pembahasan RUU Pemilu sehingga istilah "Quo Vadis" merupakan sebuah kalimat dari bahasa Latin yang diterjemahkan secara harfiah berati "kemana kau pergi?"

Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian demokrasi Indonesia, yaitu "RUU Pemilu, kemana Engkau pergi?" untuk membuka ruang dan menentukan nasib RUU Pemilu.  Pihak pro dan kontra untuk mewujudkan pemilu berkualitas dan pendidikan politik Indonesia.

Pemilu demokratis harus mampu menjamin partisipasi, keterbukaan, dan persamaan warga negara sehingga Indonesia menjadikan pemilu tolak ukur kedewasaan demokrasi setiap lima tahun sekali.

Instrumen dasar Undang Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk  pengaturan DPR, DPD, DPRD dan presiden dan wakil presiden untuk pada tahun 2019.

Undang-undang ini mengenai pemilu serentak merupakan tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013.  Undang Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum masuk dalam proses legislasi nasional dalam tahap harmonisasi di Badan Legislasi DPR.

Revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum oleh DPR memiliki dua perspektif sebagai berikut pertama perspektif rasionalitas dan kedua perspektif pragmantis.

Dalam revisi Undang Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terdapat polarisasi yakni ada fraksi yang ingin revisi dan ada fraksi yang tidak ingin revisi.

Fraksi yang tidak ingin revisi berakhir setuju revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum asal tidak merevisi Undang-Undang Pilkada. Pemilu adalah kedaulatan rakyat mengartikulasikan suara rakyat memilih wakil-wakilnya di pemerintahan.

Rasionalitas revisi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum untuk kedaulatan rakyat mengartikulasikan suara rakyat memilih wakil-wakilnya di pemerintahan sehingga bobot rasionalitas harus lebih berat daripada bobot pragmantis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline