Solilokui Hujan
kau rasakan hujan yang biasa ricik perlahan
merindui sawah ladang
rumpun bambu, barisan teratai merah
di tepi telaga, kuncup kembang sepatu
yang dulu kau kalungkan ke leher gadis itu-
tiba-tiba begitu gencar riciknya malam ini
menusuki atap rumahmu
seperti ribuan peniti mencari celah
antara lipatan pori kulit tubuhmu:
jarum waktu makin sengit mengincar urat lehermu