Lihat ke Halaman Asli

Agenda CIA untuk Melemahkan Jokowi (Part 1)

Diperbarui: 10 Oktober 2017   06:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada dasarnya pergerakan dakwah Islam di Indonesia dan upaya penerapan syariah Islam di Indonesia tidak masalah, jika dilakukan dengan cara-cara yang baik dan tanpa fitnah sana-sini. Dan harus dilakukan dengan pendekatan yang baik kepada rakyat, tentunya dengan jalan dakwah. Jika dilakukan dengan Hate Speech dan fitnah masif membabi-buta, baik kepada Presiden Jokowi, Kepolisian, maupun KPK, maka itu sudah menjadi Islam yang tidak lagi dirahmati Allah. Karena pada dasarnya Islam membawa perdamaian dan kedamaian, bukan menebar kebencian dan permusuhan.

Perlu diketahui bahwa CIA selama ini memanfaatkan kelompok islam suni di dunia untuk menumbangkan setiap pemimpin atau presiden dalam suatu negara. Dalam jaringan bawah tanah, CIA juga memanfaatkan konflik antara suni dan syiah untuk masuk melakukan intervensi dan memecah-belah Islam dari dalam. Selain itu mereka memanfaatkan konflik tersebut untuk membuat gaduh situasi di Timur Tengah. Selain memanfaatkan konflik suni-syiah, CIA juga memakai propaganda anti-pemerintah. Taktik propaganda anti-pemerintah ini terbukti ampuh dan efektif dalam menggaet massa yang beraliran islam suni dalam menumbangkan pemimpin seperti Saddam Hussein, Khadaffi, dan pemimpin lainnya. 

CIA sejak lama melihat dan mencermati perkembangan di Indonesia. Lengsernya Soekarno dan pengangkatan Soeharto sebenarnya juga didalangi oleh CIA. Jika dilihat dari perspektif global, CIA mulai merasa risih ketika Soekarno berkoar-koar mendeklarasikan pernyataan anti-amerika di depan publik dan membawa paham nasionalisme ekstrim di Indonesia. CIA lalu khawatir karena John F Kennedy juga mulai melirik Indonesia dan menjadikan Soekarno sebagai teman. CIA mencium bahwa JFK ini adalah sosok pemimpin yang berbahaya karena visi-misi beliau sangat berbeda dengan agenda bawah tanah yang sedang dijalankan CIA. Atas dasar itulah JFK dibunuh CIA dan Presiden Soekarno berhasil dilengserkan dan digantikan Presiden yang pro-Amerika, Soeharto. 

Pola-pola kudeta semacam itu telah lama memang digunakan CIA. Sejak pelengseran Soekarno itu, CIA mulai mencengkram Indonesia kembali melalui insiden Bom Bali I dan II. Dengan adanya insiden itu, dunia mengecam dan menilai bahwa Indonesia masih terlalu "amatiran" dalam penanganan terorisme. Tampaknya Barat perlu sekali lagi mengajarkan Indonesia tentang bagaimana membentuk polisi anti-teror yang baik untuk mengatasi ancaman terorisme bersenjata. AS lalu mengkritisi kurangnya peran unit anti-teror di Indonesia. 

Dengan dalih demikian, maka AS dan Australia membuat kerjasama dengan Indonesia untuk membentuk unit anti-teror yang didanai oleh AS dan Australia. Jadi pada dasarnya Bom Bali I dan II dipakai Barat untuk melakukan intervensi dengan dalih membentuk unit anti-teror. Dengan hal itu maka Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa karena Bom Bali sudah terjadi dan dunia sudah menyoroti, Indonesia mendapat kritikan dari masyarakat global, Polisi mendapat sorotan negatif dari media-media barat, dan Indonesia harus "legowo" menerima campur tangan dari AS dan Australia. Dalam bentuk pemberian dana, pelatihan polisi anti-teror, penyediaan fasilitas dan amunisi, serta dukungan intelijen dari Barat. 

Itulah salah satu siasat CIA untuk mencengkram Indonesia, melalui bantuan, amunisi, dukungan moral, fasilitas dan persenjataan, serta bantuan intelijen barat. Padahal Indonesia memiliki intelijennya sendiri dan memiliki satuan anti-teror sendiri yang berasal dari TNI seperti Sat-GULTOR 81 yang jelas-jelas dapat dipakai 24 jam dan siap kapapun saat digunakan. 

Apakah tidak terbesit dibenak para petinggi negara untuk memakai satuan anti-teror TNI yang berasal dari Kopassus? Apakah UU-nya belum ada mengenai keterlibatan Kopassus dalam menumpas terorisme? Jika belum ada mengapa tidak dibuat? Jika UU nya saling tumpang tindih mengapa tidak segera direvisi? Kemana DPR? Apakah memang sengaja dibiarkan mengambang? Mengapa harus menerima bantuan dana dari AS dan Australia jika sebenarnya Kopassus sendiri sudah memiliki satuan anti-teror dan handal dalam bidangnya. 

Jika sudah begini maka intervensi barat akan semakin dalam lagi menancap di Bumi Pertiwi. Sadarkah kita bahwa dengan mendapatkan bantuan dengan dalih pembentukan unit anti-teror dari AS dan Australia, maka Barat akan dengan mudah mendikte kita melalui kebijakan terorisme dan kita akan terikat dengan mereka melalui kerjasama terorisme selama yang mereka inginkan. Jika sudah begitu, Indonesia berada di posisi yang sudah terlanjur salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline