Lihat ke Halaman Asli

Panglima TNI Milik Siapa?

Diperbarui: 29 September 2017   00:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertanyaan diatas sangat tepat menggambarkan apa yang terjadi belakangan ini terhadap Panglima TNI Gatot Nurmantyo. Yaitu, Panglima TNI sebenarnya milik siapa? Milik Negara atau Presiden kah? ataukah justru milik sekelompok pihak? Inilah yang terjadi ketika Panglima TNI Gatot Nurmantyo bermain di ranah abu-abu. 

Sejak beliau diangkat menjadi Panglima TNI dan mengabdi di era Presiden Joko Widodo. Sejak awal Panglima TNI sudah melakukan manuvernya. Tapi manuver itu berada di wilayah abu-abu karena sebagai Panglima TNI beliau harus tetap berada di sisi NKRI, di satu sisi beliau ingin meraih simpati dan dukungan dari kelompok islam di Indonesia. 

Contohnya dalam kasus demo 212. Ini juga sangat membingungkan. Di satu sisi Panglima TNI mempertanyakan motif dibalik aksi demo 212 itu serta menegaskan bahwa prajuritnya tidak akan pernah gentar dan takut terhadap kelompok manapun yang melakukan demonstrasi anarkis. Jika demo anarkis dan tidak tertib, TNI siap bertindak tegas. Namun di sisi lain Panglima TNI menegaskan bahwa beliau mendukung penuh umat islam, serta mengkonfirmasi bahwa aksi demo 212 itu bukanlah aksi makar dan murni aspirasi umat muslim Indonesia. Faktanya, Polri banyak menangkap puluhan peserta makar yang ada didalam demonstrasi tersebut. Serta banyak juga dari mereka yang menebar kebencian dan hujatan kepada Presiden Jokowi dengan cara-cara yang tidak pantas dan tidak beretika.

Perlu diketahui bahwa di permukaan, ini merupakan drama politik. Yakni suatu organisasi keagamaan yang berpolitik dan menyuarakan aspirasi dan ketidaksetujuan mereka di publik dengan menggelar demonstrasi yang penggeraknya merupakan kelompok Islam. Namun dalam jaringan "bawah tanah", terdapat banyak sekali fitnah, hinaan, makian, serta propaganda terhadap Presiden RI Joko Widodo yang sering dilontarkan oleh kelompok Islam yang tidak setuju terhadap sistem pemerintahan dan iklim demokrasi di Indonesia yang tidak sehat dan rawan korupsi. Karena banyaknya korupsi dan bobroknya sistem pemerintahan RI dewasa ini, kelompok Islam ini bangkit dan melawan kedzaliman pejabat negara di Republik ini. Mirisnya, yang dihujat dan dimaki mereka yakni Presiden Joko Widodo dan bukannya para koruptor-koruptor itu. Jauh sebelum ini pun, Jokowi dan PDIP bahkan pernah dituduh oleh kelompok Islam sebagai PKI atau komunis. Jika sudah begitu, masihkah Panglima TNI Gatot Nurmantyo tetap loyal terhadap Presiden ataukah masih setia mendukung kelompok Islam?

Sejak awal dilantik sebagai Panglima TNI, Gatot Nurmantyo sadar bahwa kekuatan umat islam merupakan kekuatan yang sangat besar di Indonesia. Jika beliau mendapatkan dukungan dari kelompok-kelompok Islam seperti FPI, organisasi keislaman seperti NU, Muhammadiyah, serta partai islam seperti PKS, otomatis Panglima mendapatkan kekuatan dan dukungan baru. Dukungan yang tidak berasal dari kelompok sipil yang sekuler, tetapi dukungan dari kelompok keislaman. Dengan begitu, beliau tidak perlu takut lagi akan kehilangan dukungan dan apapun yang beliau lakukan dan katakan otomatis disetujui oleh kelompok keislaman tersebut. Ini sebenarnya sudah jauh hari dicanangkan Panglima TNI dan sama sekali tidak berhubungan dengan Pemilu 2019 mendatang. Tetapi jelas dukungan dari kelompok keislaman tentu akan berkontribusi dalam banyaknya suara yang Panglima dapatkan di pentas Pemilu Presiden 2019 mendatang. Itu sudah pasti.

Masalahnya, di jaringan bawah tanah. Propaganda masif dan fitnah terus dilancarkan kepada Presiden RI Joko Widodo. Disinilah loyalitas Panglima TNI terbelah. Sulit dikatakan bahwa Panglima TNI 100% loyal dan setia kepada Presiden karena di satu sisi beliau ingin meraih dukungan dan simpati dari kelompok islam. Di sisi lain beliau ingin tetap loyal kepada Presiden RI. Nah, yang jadi masalah, yang menjadi sasaran propaganda masif dan kebencian dari kelompok keislaman itu adalah Joko Widodo itu sendiri. 

Dari situ jelas terlihat dualisme dalam diri Panglima TNI. Gatot Nurmantyo jelas tidak berniat mengkhianati Presiden Joko Widodo. Tapi di satu sisi Panglima TNI juga tidak rela jika beliau kehilangan dukungan dan kekuatan dari kelompok Islam. Untuk itu beliau sangat berhati-hati, tidak terlalu condong ke pihak pemerintah, namun sekaligus tidak juga terlalu condong ke kelompok ormas Islam yang selalu menghujat Jokowi. Beliau berada di tengah-tengah, di wilayah abu-abu. 

Banyak juga pernyataan Panglima TNI yang tidak selaras dengan pernyataan resmi pemerintah dan Kapolri. Polisi mengatakan bahwa ada memang upaya makar dari demo 212, namun Panglima TNI membantahnya. Polisi mengatakan bahwa aksi demo 212 sarat akan kepentingan politik dan makar, Panglima TNI langsung menegaskan bahwa aksi demo itu adalah aspirasi umat islam yang menjunjung tinggi demokrasi. Panglima TNI mengatakan terdapat 5000 pucuk senjata yang bukan dipesan oleh TNI/Polri, Menkopolhukam Wiranto merevisi dengan mengatakan yang ada 500 pucuk senjata (pistol) yang dipesan oleh BIN. Topik mengenai senjata ini akan saya bahas di artikel selanjutnya yang berkaitan dengan taktik dan propaganda militer, intelijen.

Yang jelas. Masihkah Panglima TNI setia "hanya" kepada Presiden? Hanya Panglima TNI saja yang tahu jawabannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline