Kutai Kartanegara, sebuah wilayah kaya sumber daya alam, terus menjadi magnet bagi para pemangku kepentingan, baik dalam politik maupun bisnis.
Batu bara, sebagai komoditas utama daerah ini, telah mengangkat perekonomian setempat, tetapi di sisi lain juga menjadi ladang subur bagi praktik korupsi.
Skandal yang menyeret mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, hingga penggeledahan rumah politisi Partai NasDem, Ahmad Ali, adalah bukti nyata bahwa kekayaan sumber daya tidak selalu membawa kesejahteraan, tetapi justru bisa membakar kepercayaan publik terhadap integritas pejabat.
Latar Belakang Kasus
Kutai Kartanegara merupakan daerah dengan cadangan batu bara melimpah, menjadikannya target utama para pelaku bisnis pertambangan.
Namun, sejak lama, sektor ini tidak pernah benar-benar bebas dari praktik ilegal dan permainan politik. Pejabat daerah sering kali diduga menerima 'upeti' dari perusahaan tambang agar dapat beroperasi dengan mudah.
Praktik seperti ini semakin mengakar ketika Rita Widyasari, bupati dua periode, terseret dalam skandal korupsi yang akhirnya mengungkap betapa kuatnya cengkeraman oligarki tambang dalam birokrasi daerah.
Pendalaman Kasus Korupsi Rita Widyasari
Kasus Rita Widyasari menjadi gambaran bagaimana batu bara yang seharusnya menjadi sumber kesejahteraan rakyat justru berubah menjadi bara korupsi. Pada tahun 2017, KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Ia terbukti menerima suap dalam bentuk uang maupun aset berharga yang mencapai lebih dari Rp 436 miliar. Dana tersebut diduga berasal dari pengusaha tambang yang ingin mendapatkan izin usaha di Kutai Kartanegara.
Yang lebih memprihatinkan, kasus ini tidak berdiri sendiri. Sebagai kepala daerah, Rita menggunakan posisinya untuk membangun jaringan yang mengakar di sektor tambang, memastikan bahwa hanya pihak tertentu yang bisa menikmati keuntungan ekonomi daerah ini.