Lihat ke Halaman Asli

Abdul Wahid Azar

Praktisi Bisnis

BUMN Tak Maksimal, PAJAK jadi Tumbal ?

Diperbarui: 24 Desember 2024   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi BUMN (Kompas)

BUMN dirancang untuk menjadi mesin utama penggerak ekonomi nasional. Dengan aset yang besar dan dukungan dari pemerintah melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), BUMN seharusnya menjadi kontributor utama bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, realitas menunjukkan cerita yang berbeda.

Pada tahun 2023, pemerintah mengalokasikan PMN sebesar Rp42,8 triliun untuk lima BUMN, di samping PMN nontunai lainnya, seperti konversi piutang dan hibah Barang Milik Negara (BMN). Ironisnya, meski dana besar terus digelontorkan, banyak BUMN tetap mencatat kerugian.

Di sisi lain, rakyat terus dibebani kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yang direncanakan meningkat menjadi 12% pada 2025. Langkah ini semakin menekan daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius: Apakah adil jika rakyat terus menjadi tumbal sementara BUMN tak menunjukkan kontribusi yang maksimal?

PMN Menggerus APBN, Bukan Memberi Untung

 

Pada tahun 2023, alokasi PMN untuk lima BUMN meliputi:

PT Hutama Karya: Rp28,84 triliun, untuk penyelesaian jalan tol Trans-Sumatera tahap 1 dan 2.

PT Perusahaan Listrik Negara (PLN): Rp10 triliun, untuk mendukung infrastruktur energi.

PT Sarana Multigriya Finansial (SMF): Rp1,53 triliun, untuk perluasan akses perumahan.

PT Len Industri: Rp1,75 triliun, untuk pengembangan industri strategis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline