Dalam situasi dunia yang penuh tantangan seperti sekarang, setiap pemerintahan harus bisa bergerak cermat dan efisien. Kabinet Prabowo-Gibran, yang dikenal sebagai "Kabinet Merah Putih," diharapkan membawa perubahan besar dan solusi nyata untuk Indonesia. Namun, ada satu hal penting yang perlu mereka pertimbangkan dengan serius: penerapan low-cost governance atau pemerintahan yang hemat biaya. Mengapa ini penting? Karena tantangan ekonomi saat ini membutuhkan pemerintahan yang lebih efisien dan fokus pada manfaat nyata bagi masyarakat, bukan sekadar struktur yang gemuk dan boros.
Tantangan Ekonomi Global dan Krisis yang Memengaruhi Indonesia
Di panggung internasional, dunia tengah diguncang oleh berbagai krisis yang saling bertaut. Perang dagang antara Amerika Serikat dan China, konflik yang berlangsung antara Rusia dan Ukraina, serta ketidakstabilan di kawasan Teluk memberi dampak signifikan pada perekonomian global. Ketidakpastian ini berdampak langsung pada harga energi, pangan, dan berbagai komoditas lainnya. Indonesia, sebagai bagian dari ekonomi global, merasakan dampak ini dengan meningkatnya harga-harga barang, inflasi, dan fluktuasi nilai tukar rupiah.
Dampak dari krisis global ini tidak hanya dirasakan oleh kalangan bisnis besar, tetapi juga oleh masyarakat kecil yang setiap hari berjuang untuk mempertahankan mata pencaharian. Rakyat kecil merasakan beban langsung dari kenaikan harga kebutuhan pokok, energi, dan biaya hidup lainnya. Dalam situasi seperti ini, pemerintah seharusnya lebih fokus pada kebijakan yang bisa meringankan beban masyarakat, bukan justru memperbesar struktur birokrasi yang menyedot anggaran besar.
Kinerja BUMN yang Terpuruk dan Beban Anggaran
Situasi ini semakin diperparah oleh kinerja sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang jauh dari harapan. Beberapa BUMN besar yang seharusnya menjadi andalan negara untuk menghasilkan pendapatan justru mengalami masalah keuangan dan berisiko menyedot lebih banyak anggaran negara. BUMN di sektor energi, transportasi, hingga konstruksi sering kali menghadapi masalah keuangan akibat manajemen yang kurang efektif dan ketidakmampuan beradaptasi di tengah tantangan global.
BUMN yang seharusnya menjadi mesin penggerak ekonomi nasional malah menjadi beban, karena membutuhkan dana talangan dan dukungan anggaran yang besar. Dengan kondisi BUMN yang tidak optimal, anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan untuk kesejahteraan masyarakat malah tersedot untuk menyelamatkan perusahaan-perusahaan ini. Ini adalah situasi yang tidak ideal di tengah kondisi anggaran yang ketat dan krisis ekonomi global.
Ekonomi Rakyat yang Terpuruk dan Kebutuhan akan Kebijakan Hemat Biaya
Di sisi lain, ekonomi rakyat---terutama usaha kecil dan menengah (UKM)---sedang menghadapi tekanan luar biasa. UKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional mengalami kesulitan karena kenaikan biaya bahan baku, akses modal yang terbatas, dan rendahnya daya beli masyarakat. Di saat UKM seharusnya mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah untuk tumbuh, mereka malah berjuang sendiri tanpa kebijakan yang nyata-nyata membantu mereka bertahan dan berkembang.