Lihat ke Halaman Asli

Abdul Wahid Azar

Praktisi Bisnis

Buruh Bukan Takdir, 1001 Kemenangan MK Bukan Jaminan Perubahan Nasib

Diperbarui: 5 November 2024   11:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demo Perjuangan buruh foto : Kompas.id

Di tengah berbagai perubahan regulasi dan kebijakan yang terjadi, banyak dari kita berharap bahwa keputusan-keputusan besar seperti kemenangan di Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengubah nasib kita. 

Sebagai buruh atau pekerja, kita sering kali menaruh harapan bahwa kemenangan hukum akan meningkatkan kesejahteraan kita dan membawa perubahan signifikan dalam hidup. 

Namun, 1001 kemenangan di MK tidak akan mengubah nasib kita secara langsung, kecuali kita sendiri yang mengambil langkah nyata untuk mengubahnya. Nasib sejati tidak ditentukan oleh kebijakan atau keputusan orang lain---melainkan oleh tindakan yang kita ambil sendiri.

Buruh Bukan Takdir, Tapi Pilihan yang Bisa Diubah

 

Saya pernah berada di titik di mana seluruh pikiran dan orientasi saya terjebak dalam pikiran cinta menjadi " budak korparat", dengan berbekal ijazah sarjana fokus  mencari kerja---bukan untuk menciptakan pekerjaan. Ketika saya pindah ke Jakarta, tujuan utama saya adalah mencari pekerjaan atau menjadi buruh, karena itulah yang ada di benak saya. 

Tidak pernah terlintas bayangan untuk menjadi pengusaha. Pikiran saya tertutup dengan berbagai pertanyaan: "Modal dari mana?" dan "Mulai dari mana?". Ketidakpastian ini seolah-olah menjadi penghalang besar yang menghentikan langkah saya untuk memulai sesuatu yang baru.

Selama bertahun-tahun, saya menjalani hidup dalam rutinitas---berangkat pagi, pulang petang. Pikiran saya terjebak dalam asumsi bahwa bekerja untuk orang lain adalah satu-satunya jalan untuk menjalani hidup yang "normal". 

Padahal, kesempatan untuk menjadi pengusaha, meskipun kecil, datang silih berganti di depan saya. 

Namun, saya melewatkannya begitu saja, karena otak saya terfokus pada gagasan bahwa bekerja dan memiliki gaji bulanan adalah satu-satunya pilihan. Pikiran saya seolah terkurung dalam rutinitas kerja yang membatasi potensi saya untuk berkembang.

Lebih dari itu, saya juga terjebak dalam pikiran sebagai budak korporat---menganggap bahwa bekerja keras untuk orang lain adalah satu-satunya cara untuk mencapai kestabilan hidup. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline