Lihat ke Halaman Asli

Abdul Wahid

Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Malang

Covid-19 Laksana Pedang

Diperbarui: 20 April 2020   10:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sedikit membaca perjalanan wabah Covid-19, setidaknya dari Wuhan hingga Indonesia ini, ia dapat dibaca laksana pedang, yang di satu sisi dapat menghadirkan "horor", yang faktanya memang membuat mayarakat dunia ketakutan layaknya disembelih, meski disisi lain Covid-19 ini juga menantang manusia selaku pemimpin dimuka bumi (khalifah fil-ardl) supaya bisa mengalahkannya.

Sahabat Umar bin Khattab  pernah berpesan "waktu itu laksanaka pedang, jika kamu mengabaikannya, maka kamu akan disembelihnya". Waktu bisa menyembelih seseorang yang mempermainkan dan tidak memanfaatkannya dengan sungguh-sungguh. Bahkan Nabi Muhammad SAW mengingatkan, ada dua kenikmatan yang seringkali membuat manusia itu lupa,  kesehatan dan waktu luang.

Peringatan itu sudah menegaskan, bahwa waktu itu sangat penting dalam kehidupan manusia. Covid-19 ini identik memberikan waktu yang menantang berpacu. Di dalam pacuan ini, gerak aktifitas manusia dan sejarah pergumulannya di dunia ditentukan. 

Dirinya akan menjadi manusia yang bermakna, dihormati, dan dikagumi bilamana peran-peran yang dimainkan bisa memberikan jawaban kalau dirinya bisa jadi pemenang. 

Misalnya waktu di rumah atau work from home (WFH), waktu menjaga jarak (social distancing atau physical distancing), serta  waktu beribadah (tuntutan intensitas waktu dalam berhablumminallah).

Kalau hal itu terjadi sebaliknya, manusia bisa dikecam dan ditulis oleh sejarah sebagai subyek manusia yang gagal atau kalah. Dalam ranah inilah, Covid-19 tidak ubahnya bagian dari "setan faktual" yang sedang jadi pedang yang setiap saat bisa menyembelihnya.

Namanya juga "setan faktual", Covid-19 ini menempatkan sosok pemimpin untuk digaris depan yang disembelihnya, pasalnya, ketika seorang itu menduduki jabatan sebagai pemimpin rakyat (umat), seharusnya yang paling diperhitungkan dalam ranah asasi dan fitri kepemimpinannya adalah terealisir tidaknya aktifitas kerjanya sesuai dengan maksimalitas waktu yang harus ditunjukkanya.

Jika dengan waktu yang tersedia sebagai pemimpin rakyat, ternyata perubahan atau aktifitas yang dilakukan dosisnya kecil atau tidak memberikan  banyak manfaat bagi hak Kesehatan dan keselamatan rakyat misalnya, maka pemimpin ini sama dengan mengorbankan dirinya untuk disembelih oleh janji dan sumpahnya sendiri.

Setiap sumpah mengandung perikatan moral-religiusitas yang wjaib ditepati. Mengingkari sumpah sama artinya dengan "menyembelih"  kadar kesetian dan konsistensi kepemimpinan moralnya, yang ini semua berarti identic "disembelih" oleh Covid-19.

Dengan mempertimbangkan sakralnya waktu itu, seharusnya seorang pemimpin benar-benar bisa memeta secara cermat antara waktu yang dicanangkan dengan bobot amanat atau tanggungjawab yang harus ditunaikan dan dituntaskan. 

Waktu (kesempatan) yang dimiliki sebagai pejabat negara (pemerintahan) bukanlah waktu yang dimiliki sebagai individu, karena setiap perhitungan waktu  haruslah bermuatan penegakan tanggungjawab atau pemenuhan janji kepada rakyat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline