Di tengah hiruk pikuk masa kerja 100 hari pemerintahan presiden Prabowo Subianto dan kabinet merah putih dalam kerja pembangunan, sebuah ironi mencuat dari ujung timur Indonesia.
Para pelajar di Papua, alih-alih menyambut gembira program makanan bergizi gratis yang digadang-gadang pemerintah, justru menolaknya mentah-mentah.
Mereka lebih memilih berjuang menuntut hak mereka atas pendidikan gratis, sebuah potret buram ketidakadilan dan kesenjangan yang masih mengakar di negeri ini.
Penolakan ini bukanlah tanpa alasan. Bagi para pelajar Papua, makanan bergizi gratis bukanlah solusi atas permasalahan mendasar yang mereka hadapi.
Mereka haus akan pendidikan yang berkualitas, yang selama ini terpinggirkan dan luput dari perhatian.
Mereka ingin memiliki kesempatan yang sama dengan saudara-saudara mereka di wilayah lain untuk meraih mimpi dan menggapai masa depan yang lebih baik.
Aksi damai yang dilakukan oleh Aliansi Pelajar kabupaten Yahukimo Provinsi Papua Pegunungan yang dilakukan pada hari Senin 3 Februari 2025.
Tuntutan pendidikan gratis bukanlah sekadar keinginan sesaat. Ini adalah jeritan hati dari generasi muda Papua yang merasa terdiskriminasi dan diabaikan.
Mereka melihat dengan jelas bagaimana akses terhadap pendidikan yang layak masih menjadi barang langka di tanah mereka.
Mereka menyaksikan sendiri bagaimana banyak anak-anak Papua yang putus sekolah karena keterbatasan ekonomi, Fasilitas yang buruk, dan kurangnya tenaga pengajar yang berkualitas.