Lihat ke Halaman Asli

Abdul Rahman Saleh

Pustakawan di Institut Pertanian Bogor

Presiden Baru, Menteri Baru, Harapan Baru

Diperbarui: 25 Oktober 2019   02:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seperti diketahui bahwa sejak bulan November 2017 di semua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang berada di bawah Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) tidak lagi ada pustakawan yang dipromosikan menjadi Pustakawan Ahli Utama.

Pustakawan Ahli Utama (Pustama) merupakan jabatan fungsional tertinggi bagi karier pustakawan. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Kemenristekdikti c/q Biro SDM Kemenristekdikti dengan Surat Edaran (SE) Kepala Biro SDM nomor 102318/A2.3/KP/2017. Salah satu butir dalam SE tersebut adalah melarang PTN mengusulkan kenaikan jabatan dari Pustakawan Ahli Madya menjadi Pustama.

Alasannya adalah di lingkungan Kemenristekdikti tidak ada atau tidak tersedia formasi bagi Pustama. Padahal jabatan Pustama tersebut merupakan jabatan tertinggi yang menjadi dambaan setiap pemangku jabatan fungsional pustakawan. Dan selama ini justru di PTN lah yang paling banyak memiliki calon-calon pemangku jabatan tersebut.

Sejak hari Rabu (23/10/2019) kemarin Presiden Jokowi mengumumkan nama-nama Menteri beserta nomenklatur Kementerian yang baru. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi berganti menjadi Kementerian Riset, Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional.

Dengan nomenklatur kementerian yang baru tersebut dapat diduga bahwa Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi akan dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang menteri barunya adalah Nadiem Makarim.

Hal penting kedua adalah dalam pidato pelantikan Presiden Jokowi pada tanggal 20/10/2019 dinyatakan dengan jelas bahwa jabatan struktural akan dibatasi. Bahkan hanya ada dua tingkat eselon saja yaitu eselon 1 dan 2 atau yang disebut Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama dan JPT Madya saja. Sedangkan eselon di bawahnya akan dipangkas atau dihapuskan. Sebaliknya, yang akan dikembangkan justru jabatan fungsional dengan basis kompetensi.

Jabatan Fungsional Pustakawan (JFP) merupakan salah satu jabatan fungsional berbasis kompetensi yang sudah dikembangkan sejak tahun 1988 yaitu dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 18 tahun 1988. Perkembangan jabatan ini sudah terjadi sedemikian maju dan aturannya juga sudah berkali-kali disesuaikan. Peraturan terbaru untuk JFP adalah Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenpanRB) nomor 9 tahun 2014.

Pidato Presiden dan Pengumuman Menteri sekaligus nomenklatur baru Kementerian tersebut memberikan harapan baru bagi para pustakawan. Pustakawan PTN  di bawah Kemenristekdikti yang sejak November 2017 terhenti di Jabatan Pustakawan Ahli Madya tentu berharap situasi demikian akan membuka kembali peluang untuk promosi ke jabatan Pustakawan Ahli Utama.

Kita boleh berharap Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang baru akan mengeluarkan kebijakan baru yang sesuai harapan para pustakawan. Pasalnya pembatasan yang selama ini terjadi hanya berlaku di PTN yang berada di bawah Kemenristekdikti saja. Sedangkan pustakawan yang berada di bawah kementerian lain tetap bisa melenggang ke Pustakawan Ahli Utama.(ARS)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline