Lihat ke Halaman Asli

Haruskah Bermadzhab...?

Diperbarui: 30 September 2015   07:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Taklid dapat membutakan pikiran umat Islam, dengan pengaruh fanatisme yang merasuki logika sebagai penyebab utama. Fanatisme sering dikaitkan dengan ide warisan umat terdahulu yang secara turun temurun diimani, sehingga hampir tidak ada ruang logika untuk meneleaah dahulu warisan tersebut. Pengaruh fanatisme terhadap warisan umat terdahulu ini, ada yang sesuai dengan ajaran Allah (syari’at Islam), dan yang sering terjadi adalah tidak sesuai dengan syari’atNya.

Di dalam konsepsi syari’at Islam, ada konsep madzhab yang sejak abad pertama hijriah telah diikuti oleh umat Muslim. Secara konsepsinya, bermadzhab tidaklah sama dengan taklid, sebab dalam bermadzhab terdapat satu aturan penting, yaitu harus mengetahui dahulu teori yang dipakai imam madzhab untuk menggali hukum dalam permasalahan tertentu.

Imam Izzuddin bin Abdissalam menegaskan, seseorang yang mengikuti pendapat seorang mujtahid, dan tidak mengetahui teori penggalian hukumnya, maka ia temasuk seorang muqallid. Kendati demikian, Izzuddin masih membuka pendapatnya kepada umat Muslim yang tidak memiliki kemampuan untuk menela’an teori madzhabnya dengan ketentuan, mereka cukup mengikuti salah satu dari empat Imam Madzhab yang teori penggalian hukumnya diakui oleh jumhur ulama, meski masing-masing dari mereka ada perbedaan teori dan pendapa.

Adapun perbedaan pendapat yang terjadi di antara empat imam madzhab, tidak boleh disikapi dengan fanatik, akat tetapi harus disikapi dengan rasional dan objektif. Agar perbedaan itu menjadi hikmah dan kemurahan bagi umat Islam dalam melaksanakan syari’at. Umat Muslim yang tidak fanatik pada salah satu madzhab, maka ia akan menemukan syari’at sebagai solusi yang shalih fi kulli zaman wa makan.

Hasil dari kajian konseptual dan teoritis para mujtahid itu, dituangkan dalam bentuk kajian fikih yang disusun dengan sistematis, dimulai dari permasalahan ibada, mu’amalah, pernikahan dan kiriminalitas. Sehingga, umat Muslim akan mendapati jawaban dari permasalahan yang terjadi disekitarnya dengan mudah merujuk kepada hasil karya ulama madzhabnya.

Karya-karya dari empat ulama madzhab tersebut, terus dikembangkan oleh murid-muridnya dari seluruh penjuru dunia, dan kemudian mengajarkan kepada murid-murid mereka. Sehingga banyak dari para murid itu, mensyarahi karya-karya ulama madzhab, dengan menggali permasalahan yang terjadi di sekeliingnya dengan menelaah kembali teori istinbat hukumnya yang kemudian disesuaikan dengan kejadian tertentu.

Oleh karena itu, bermadzhab tidak sama dengan taklid. Sebab taklid yang dimaksudkan adalah mengambil suatu pendapat seseorang yang mendahului tanpa mengtahui teori yang digunakan sehingga memunculkan suatu pendapat tertentu, terkait permasalahan yang sedang dihadapinya saat itu. Jadi, secara kesimpulan, bahwa dengan mengikuti pendapat empat madzhab yang disepakati oleh seluruh umat Muslim sedunia dari masa-ke masa, tidak dianggap taklid, dengan catatan mereka tidak mampu mengkaji teorinya, sebagaimana yang disampaikan oleh Izzuddin bin Abdissalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline