Lihat ke Halaman Asli

abdul mukti

dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengintip Peluang Ria Norsan-Kristantus Kurniawan

Diperbarui: 2 September 2024   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

TribunPontianak

Publik Kailamantan Barat akhirnya mendapat kepastian bacalon gubernur-wakil gubernur yang akan berlaga di Pilkada 2024. Ada tiga pasang bacalon yang telah mendaftar ke KPU yaitu, (1) Sutarmidji-Didy Haryono; (2) Ria Norsan-Kristantus Kurniawan; (3) Muda Mahendrawan-Jakius Sinyor. Pasangan Midji-Didy didukung oleh 8 partai politik: Nasdem (10 kursi), Golkar (9 kursi), Gerindra (9 kursi), Demokrat (6 kursi), PAN (5 kursi), PKS (2 kursi), PSI, dan Perindo. Pasangan Norsan-Krsitantus didukung oleh 3 partai: PDIP (13 kursi), Hanura (4 kursi) dan PPP (2 kursi). Sementara pasangan Muda-Jakius didukung oleh 6 partai: PKB (5 kursi), Partai Kebangkitan Nusantara, Partai Gelora, Partai Buruh, Partai Bulan Bintang dan Partai Umat. Sehingga, perbandingan dukungan partai ketiga pasang tersebut adalah, Midji-Didy (8 partai, 41 kursi), Norsan-Kristantus (3 partai, 19 kursi), dan Muda-Jakius (6 partai, 5 kursi).

Dari peta dukungan dan koalisi partai, tercermin bahwa pasangan Sutarmidji-Didy Haryono sebagai representasi Koalisi Indonesia Maju-Plus (KIM-Plus). Sementara pasangan Ria-Norsan-Kristantus Kurniawan sebagai cerminan dari posisi politik PDIP dalam konstalasi politik nasional.  Sedangkan pasangan Muda-Jakius untuk sementara "masih belum jelas" diantara keduanya sebagai "poros baru". Sehingga, dalam logika elektoral, dengan mengikuti urutan dukungan partai politik, prediksi urutan hasil suaranya menjadi: (1) Midji-Norsan, (2) Norsan-Jakius, (3) Muda-Jakius. Apakah urut-urutan ini akan menjadi cerminan dari hasil pilgub Kalbar?

Masalahnya, peta dukungan partai politik tidak selalu berbanding lurus dengan dukungan dan pilihan rakyat pemilih. Kenapa? Karena logika dukungan partai politik terhadap pasangan calon akan berbeeda dengan dukungan rakyat terhadap vigur calon. Dalam konteks pilgub, pilbup, dan pilwako, aspek viguritas dan demografi pemilih akan menjadi variabel penting. Apalagi, dalam pilgub di Kalimantan Barat, ketersebaran pemilih berdasarkan preferensi etnisitas dan keagamaan masih menjadi faktor penting keterpilihan dan atau ketidakterpilihan pasangan calon. Dengan demikian, besar dan kecilnya dukungan partai politik terhadap pasangan calon mau tidak mau harus masih dilihat dari aspek demografi pemilih yang seringkali tidak berhubungan dengan afiliasi partainya. Dari aspek inilah pasangan Ria Norsan-Kristantus Kurniawan dapat diletakkan sebagai pasangan yang memiliki kans untuk memenangkan pilgub meskipun tidak didukung oleh koalisi besar yang dimiliki pasangan Midji-Didy.

Enam  Argumen

Penjelasan rasional untuk mendukung hipotesa "potensi kemenangan pasangan" ini dapat dilihat dari setidaknya enam argumen: pertama, argumen kelayakan pasangan vigur. Norsan adalah politisi senior Golkar yang pernah menjadi ketua DPD Golkar, menjadi bupati Mempawah dua periode, dan wakil gubernur. Latar belakangnya sebagai pengusaha sukses telah malang melintang dalam kerja-kerja politik baik di eksekutif maupun legislatif. Sehingga, dari aspek jam terbang, Norsan sudah sangat siap untuk menempati posisi puncak sebagai gubernur. Sementara calon wakilnya, Kristantus Kurniawan, S.IP., M.Si. yang lahir pada 3 Juni 1969 adalah seorang politikus PDIP. Saat ini masih menjabat sebagai Anggota DPR-RI sejak 2019 mewakili daerah pemilihan Kalimantan Barat II. Sebelumnya ia merupakan Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat dan DPRD Kabupaten Sanggau. Krisantus merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan duduk di Komisi I. Pengalaman dan kapasitas Kristantus cukup layak untuk mendampingi Ria Norsan.

Kedua, argumen keragaman. Pasangan ini mewakili keragaman etnis dan agama. Politik di Kalbar, bagaimanapun tidak bisa melepaskan diri dari preferensi agama dan etnis. Secara katagoris-sosiologis, bagi mereka yang berlatar belakang "Muslim-Melayu", dapat tercermin dari sosok Ria Norsan. Sedangkan bagi mereka yang berlatar belakang "Katolik-Kristen-Dayak" akan tercermin pada vigur Kristantus Kurniawan. Jika asumsi preferensi politik paralel dengan kepemelukan agama dan etnis, maka pasangan ini telah memenuhi aspirasi pemilih. Ketiga, argumen kewilayahan pemilih. Ria Norsan secara geografi dan demografi, dapat mewakili daerah pantai pesisir yang terbentang dari Pontianak hingga ke Sambas yang umumnya dihuni oleh Muslim-Melayu. Sementara Kristantus Kurniawan menjadi vigur representatif dari "Masyarakat Dayak" yang tinggal di daerah dalam: Kapuas Hulu, Sintang, Sekadau, Melawai, Sanggau, Landak, Bengkayang. Keempat, argumen hasil survei. Ria Norsan sejauh ini hanya terpaut tipis dengan Sutarmidji yang artinya akan bersaing ketat secara elektabilitas. Kelima, argumen kekecewaan terhadap gubernur incumbent. Belakangan, banyak suara yang narasinya bernada ketidakpuasan terhadap gubernur incumbent. Narasi ini memang subjektif. Tetapi dalam politik, subjektifitas itu, jika terus manjadi pemberitaan, akan mengarah kepada kebanaran. Implikasi lebih jauhnya adalah berupa "tindakan elektoral" yang bisa merugikan incumbent. Persis di situlah peluang Norsan-Kristatntus sebagai altternatif pilihan warga. Keenam, argumen kekuatan logistik. Dalam politik elektoral, kekuatan logistik seringkali menempati porsi utama untuk menang atau tidak menang. Dalam kenyaataannya, praktek politik demokratik kita masih tergolong mahal. Karena itu sumber-sumber logistik akan menjadi salah satu penentu. Vigur Ria Norsan, sejauh ini dipersepsi sebagai vigur yang memiliki kekuatan logistik. Tetapi, sejauh mana pasangan ini menghitung "kompetisi logistik", masih menjadi tanda tanya. Tetapi, logikanya, jika Norsan berani maksimal dalam pertempuran, aspek ini bisa diandalkan untuk menuju kemenangan.

Beberapa Tantangan

Bagaimanapun, dalam banyak pengalaman, melawan petahana itu tidak mudah. Tetapi dalam politik, tidak ada yang tidak mungkin. Karena itu, bagi pasangan ini, akan menghadapi beberapa tantangan diantaranya adalah, pertama, bagaimana memaksimalkan modalitas elektoral bagi dua figur ini di basisnya masing-masing. Kedua, bagaimana menggerkkan mesin politik terutama bagi PDIP yang terbukti handal dalam memenangkan pileg yang lalu. Ketiga, bagaimana para pemilih millenal didekati secara tepat dengan pendekatan baru yang kontekstual. Keempat, bagaimana merumuskan visi dan misi serta program yang bisa mengungguli petahana, Sutarmidji.

Jika pasangan ini berhasil menyolidkan diri dengan pendekatan yang tepat menyasar sasaran , maka pasangan ini relatif akan menjadi kompetitor yang tidak ringan bagi petahana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline