Bulan Ramadhan identik dengan berbagai tradisi yang dilakukan umat Muslim di seluruh dunia. Salah satu tradisi yang sering dilakukan adalah membagikan takjil, yaitu makanan atau minuman ringan yang dikonsumsi untuk berbuka puasa. Tradisi ini tidak hanya dilakukan di Indonesia, tapi juga di negara-negara lain seperti Mesir, Maroko, dan Turki.
Namun, apakah tradisi membagikan takjil ini masih relevan dan bermakna di tengah-tengah masyarakat modern? Menilik makna dan filosofi di balik tradisi ini, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Pertama, tradisi membagikan takjil sebenarnya bukanlah sekadar memuaskan lapar dan haus setelah berpuasa. Lebih dari itu, tradisi ini mencerminkan nilai-nilai sosial dan kemanusiaan yang sangat penting dalam Islam.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nabi Muhammad SAW bersabda: "Siapa yang memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun."
Membagikan takjil kepada sesama yang sedang berpuasa juga menunjukkan empati dan kepedulian terhadap sesama, khususnya mereka yang mungkin sulit untuk mendapatkan makanan atau minuman saat berbuka. Selain itu, tradisi ini juga menjadi ajang untuk mempererat tali persaudaraan dan memperluas jaringan sosial di antara sesama muslim.
Namun, di sisi lain, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam praktik membagikan takjil. Salah satunya adalah menghindari perilaku yang merugikan lingkungan, seperti penggunaan bahan kemasan yang berlebihan atau tidak ramah lingkungan.
Selain itu, dalam kondisi pandemi COVID-19 saat ini, perlu diperhatikan juga protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan menjaga kebersihan makanan yang dibagikan.
Dalam opini ini, perlu disadari bahwa tradisi membagikan takjil masih memiliki makna dan relevansi yang sangat penting di dalam Islam, terutama dalam memperkuat hubungan sosial dan kepedulian terhadap sesama.
Namun, sebagai umat Muslim yang hidup di era modern, perlu juga memperhatikan dan menghindari perilaku yang merugikan lingkungan atau melanggar protokol kesehatan saat mempraktikkan tradisi ini.
Referensi:
- Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, Hadith 2350.
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, "Peran Masyarakat dalam Mengurangi Sampah Plastik." https://www.menlhk.go.id/masyarakat/3568-peran-masyarakat-dalam-mengurangi-sampah-plastik. Diakses pada tanggal 4 April 2023.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H