Lihat ke Halaman Asli

Kriteria Modal yang Dilarang dalam Islam

Diperbarui: 26 Februari 2018   17:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Modal merupakan suatu hal yang sangat erat kaitannya dengan sebuah perusahaan ataupun kegiatan usaha lainnya. karena modal merupakan langkah awal yang harus dimiliki oleh seseorang yang ingin mendirikan atau mengembangkan usaha yang ia kelola. Tanpa adanya sebuah modal, perusahaan ataupun perseorangan tidak dapat memproduksi atau menghasilkan  suatu barang untuk di perjual belikan. 

Modal tidak hanya dapat berupa dana (uang) saja akan tetapi dapat berupa aset seperti barang -- barang yang bisa di jadfikan sebagai alat atau  alternatif untuk menjalankan bisnis dan usahanya. Dengan demikian sebuah perusahaan tidak berkembang bukan karena jumlah permintaan pasar yang menurun akan tetapi dikarenakan jumlah modal yang ia miliki sangatlah terbatas (sedikit).

Tentunya bagi para pengusaha atau wirausahawan harus mempergunakan modal dengan sebaik mungkin agar diharapkan nantinya dapat memberikan laba keuntungan yang lebih besar bagi usaha yang ia geluti (kelola). Akan tetapi jika kita ingin mendirikan sebuah usaha ataupun ingin mengembangkan usaha, hendaknya kita bisa memilah dan memilih modal yang sudah jelas ketentuan hukumnya. Karena pada era globalisasi sekarang ini kebanyakan orang tidak memandang terhadap suatu barang ataupun modal yang ia peroleh, sehinga usaha yag ia jalankan mengalami banyak hambatan (rintangan) dan bahkan menimbulkan kegelisahan bagi yang bersangkutan. Di akibatkan modal yang diperolehnya tidak memiliki kejelasan apakah itu halal atau haram.

Berikut ini ada sebuah hadits yang menerangkan tentang modal yang dilarang di dalam syariat islam.

"Dari Amr bin Syu'aib dari Bapaknya dari Kakeknya berkata : "Rasulullah SAW bersabda :" Tidak halal menjual sesuatu yang tidak engkau miliki, tidak boleh ambil keuntungan pada sesuatu yang belum ada jaminan (kejelasan hukumnya)". (HR. Ibnu Majah).

Telah di jelaskan dalam hadits di atas bahwa di dlam jual beli kita tidak di perbolehkan menjual atau menawarkan barang yang belum seutuhnya kita miliki, atau barang itu berupa barang pinjaman bagi kita. Misalnya kita menjual buku yang kita pinjam dari teman. Dalam hal tersebut jelas hukumnya tidak di perbolehkan di karenakan barang yang kita tawarkan atau jual belikan bukan seutuhnya milik kita pribadi. Berbeda jika kita sebelumnya sudah mempunyai akad dengan pemilik sebelumnya maka jual beli tersebut di perbolehkan misalkan kita di percaya untuk menjualkan sepeda motor oleh  sang pemilik untuk di tawarkan kepada pembeli atau (khalayak ramai) dengan syarat dan ketentuan yang telah di sepakati. Maka dengan demikian kita boleh menjual sepeda motor tersebut dengan ketentuan yang telah di sepakati.

Dan telah di jelaskan pula pada hadits tersebut bahwa hukum jual beli yang masih ada keraguan dan tidak ada kejelasan hukumnya. Telah jelas bahwa jual beli seperti ini tidak di perbolehkan dalam hukum islam, sebab pasti diantara keduanya ada yang dirugikan. Karena barang yang di perjualk belikan merupakan barang yang masih belum jelas wujudnya. 

Pembeli hanya bisa menafsirkannya dengan akal pikirannya yang telah kita ketahui bahwa kebenarannya relatif. Misalnya dalam realita masyarakat sekarang banyak orang yang menjual buah alpukat yang masih baru berbuah di pohonnya (muda), dan jika buah tersebut sampai masa panen baik maka yang diuntungkan pastilah pembeli yang mendapatkan harga buah yang murah, dan di sisi lain yang dirugikan adalah si penjual karena tidak mendapatkan keuntungan yang ia harapkan. 

Begitu pula sebaliknya jika buah tersebut sampai pada masa panen banyak yang busuk pastilah yang di rugikan adalah si pembeli karena buah yang di belinya tidak sesuai dengan penafsiran awalnya. Dan tentunya yang diuntungkan ialah si penjual karena mendapatkan hasil dari hasil penjualan buahnya. Hal serupa banyak terjadi pada kasus pembelian anak hewan yang masih ada dalam kandungan dalam hal tersebut tentunya tidak memiliki kejelasan secara riil. Karena kita tidak mengetahui bahwa anak hewan tesebut apakan laki -- laki atau perenpuan apakah cacat atau tidak. Maka dalam jual beli yang seperti inilah yang di larang dalam islam.

Hubungan hadits tersebut dengan modal ialah bahwa kita sudah mengetahui bahwa modal merupakan komponen yang sangat penting bagi kita, baik itu berupa dana (uang) ataupunm berupa aset seperti barang -- barang yamng dapat kita gunakan untuk menjalankan usaha yang kita kelola. Bahkan ada yang berpendapat bahwa modal merupakan dasar bagi berdirinya sebuah usaha (perusahaan). Dan pada hadits diatas kita mengetahui bahwa kita dilarang dalam mencari ataupun mempergunakan modal yang bukan sepenuhnya kita miliki. Dan didalam perilaku jual beli kita tidak boleh merugikan satu dengan yang lainnya. dan yang terpenting ialah kita tidak diperbolehkan memperjual belikan barang yang tidak jelas (gharar).

Di dalam islam jual beli gharar itu sangatlah dilarang, dengan dasar sabda Rasulullah SAW yang berbunyi :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline