Lihat ke Halaman Asli

Abdul Malik Amrulloh

Guru Bahasa Indonesia - MAN 2 Kota Probolinggo

Cerpen: Toga untuk Farah

Diperbarui: 26 Januari 2024   10:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Farah meniti langkahnya dengan hati-hati. Berjinjit penuh pertahanan, lalu sesekali melempar wajah ke seluruh ruangan. Ia melangkah maju. Badannya basah kuyup, rambutnya acak-acakan penuh dengan lumpur. Senyumnya melingkar sempurna, setelah puas dengan hujan sore itu.

Gadis 9 tahun itu kian memperlambat langkahnya ketika melewati ruang tamu. Ia mulai mencondongkan kepalanya. Matanya juling, mengintip ruang tengah. Di sana, tepat di ujung ruangan, Ummahnya sedang membelakanginya. Ia masih fokus dengan kebiasaannya. Farah lega. Segera ia melanjutkan misinya --menuju kamar mandi tanpa ketahuan.

"Farah, sudah sholat Ashar?" Farah menghentikan langkahnya, balik kanan tanpa aba-aba, kemudian membalas senyum Ummahnya. "Ya, udah. Gih, mandi terus sholat Ashar." Senyum Ummahnya kian menggantung. Farah tertawa kecut kemudian lari kocar-kacir menuju kamar mandi.

Farah bergegas menuju ruang tengah. Melejit dengan mukenah putih yang masih ia kenakan. Napasnya naik turun. Kepalanya penuh dengan tanya. Hal yang wajar bagi anak seusianya. Farah mematung sambil menghafal setiap gerakan Ummahnya

Ummahnya masih nikmat dengan kegiatannya. Kakinya mengayuh beraturan, tangannya menyodorkan kain hitam pada biji jarum yang naik turun. Kemudian menyarungi lembaran karton berbentuk segi lima, dan berakhir dengan menjahitnya kembali. Timing, kepekaan, fleksibelitas, juga tingkat fokus yang tinggi. Setiap gerakannya penuh dengan perhitungan. Ibarat penari profesional yang sedang perform di panggung pertunjukan. Penuh semangat, dan nikmat dipandang.

Farah masih mematung di belakangnya. Ummahnya sangat hafal betul dengan kebiasaan dan kemauan Farah jika sudah begini.

"Kenapa Farah? Ada apa?" tanyanya. Dia tidak mengalihkan pandangan, masih fokus pada apa yang dikerjakan.

"Ummah, kenapa Farah harus sholat? Lima kali lagi, kan capek, Ummah." Farah berhenti sejenak, menghapus ingusnya yang mengganggu. "Terus, terus. Kenapa gerakannya ribet banget Ummah? Rukuk, berdiri, sujud, terus duduk Tahiyat, kenapa harus gitu?"

Ummahnya tersenyum. Farah selalu hadir dengan pertanyaan yang berbobot. Setiap kali dan setiap hari. Tentu saja, mudah menjawab bahwa sholat itu wajib, dan jika tidak dikerjakan pasti akan masuk neraka. Tapi, Ummahnya ingin Farah lebih mengetahui makna sholat jauh lebih itu. Bukan sekadar kewajiban.

"Farah," Ummahnya mengelus lembut kepala kecil Farah. "Farah sayang gak sama Ummah?"

"Iya, Farah sayang banget sama Ummah." Jawabnya berapi-api.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline