Lihat ke Halaman Asli

Abdul Majid Hariadi

Guru, Penulis, Pengajar Praktik Guru Penggerak, Fasilitator Guru Penggerak

Teladan Slenco

Diperbarui: 21 Maret 2019   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru saja kita dikejutkan kembali tentang penangkapan tokoh politik yang diindikasikan terlibat dalam jual beli jabatan. Suasana tahun politik yang sudah hangat semakin naik suhunya. Dan kita semakin masygul dengan atraksi-atraksi yang menjauhkan dari kewarasan berpikir. Di saat masyarakat membutuhkan teladan kebaikan yang muncul malah teladan slenco.

Ketiadaan uswatun hasanah muncul karena segala hal yang kita lakukan jauh dari esensi kemanusiaan. Relasi sosial "kita" dimaknai dengan sempit menjadi "aku" dan "kami". Akibatnya perilaku yang ditunjukkan lebih bersifat komunal dan untuk kepentingan diri dan kelompoknya dibanding memikirkan kepentingan bangsa dan negara.

Hal ini sangat sejalan dengan apa yang pernah diingatkan oleh Mohandas K. Gandhi tentang ancaman mematikan yang dia sebut sebagai "tujuh dosa sosial", yaitu; politik tanpa prinsip, kekayaan tanpa kerja keras, perniagaan tanpa moralitas, kesenangan tanpa nurani, pendidikan tanpa karakter, sains tanpa humanitas, dan peribadatan tanpa pengorbanan.

Dosa sosial tersebut telah menjadi warna dalam kehidupan bermasyarakat kita. Politik bukan lagi menjadi bagian perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan rakyat. Politik hanya dijadikan kendaraan untuk mengeruk keuntungan dengan berbagai cara. Akhirnya yang muncul bukan bagaimana visi kebangsaan dibangun untuk kejayaan bangsa tapi malah kegaduhan-kegaduhan yang sangat konyol.

Perilaku koruptif silih berganti peran, yang tua yang muda semua kebagian. Keadilan yang disuarakan tidak ada lagi gunanya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan The cost of corruption is poverty, human suffering, and under development. Everyone pays. "Dampak korupsi adalah kemiskinan, penderitaan, dan terhambatnya pembangunan. Semua pihak harus membayarnya".

Kita semua juga pasti sepakat bahwasanya korupsi memberikan dampak yang sangat merugikan. Pada salah satu Musyawarah Alim Ulama dan Konferensi Besar NU pernah merespon persoalan bangsa terutama korupsi dengan menyatakan, "korupsi merusak sendi-sendi negara dan membunuh rakyat secara sistematis, korupsi merupakan kejahatan luar biasa terhadap kemanusiaan, dan untuk menghentikan korupsi hukuman mati harus diterapkan."

Sindhunata dalam tulisannya "Slenco" menggambarkan begitu rakusnya seorang koruptor. Kain kafan pun akan dikonsumsi jika dikemas menarik. Maka buatlah iklan kubur yang memikat."

Kain kafan berbahan halus dan tak mudah terbakar, membuat para malaikat ramah menjemput, dan membebaskan diri dari siksa kubur. Saking slenconya, koruptor pasti tertarik untuk membeli dan memakai kain kafan itu.

Yudi latif (2009: 80) memberikan analog menarik, "Di republik korup dan jahil, persahabatan madani sejati hancur. Setiap warga berlomba mengkhianati negerinya atau temannya; kepercayaan mutual  lenyap karena sumpah dan keimanan disalahgunakan; hukum atau institusi lumpuh tak mampu meredam perluasan korupsi; yang muda yang malas, yang tua yang gatal; kedua jenis kelamin dari segala umur penuh budaya jorok. Ketamakan dan hasrat meraih kehormatan rendah merajalela. Akhirnya timbul kematian dan pengasingan; kebaikan dimusuhi, kejahatan diagungkan".

Esensi yang paling penting dibutuhkan bangsa saat ini adalah kita semua harus menjadi sosok yang dapat menjadi inspirasi dengan keteladan dalam berucap, bersikap, dan berbuat.  Kita tidak bisa mengandalkan sosok lain apalagi para individu yang secara telanjang tiap hari menampakkan sikap jauh dari harapan kita.

Dibutuhkan komitmen eternal dari semua pihak untuk bisa menciptakan kondisi sosial yang bermartabat. Bukankah niat jahat yang dirancang secara sistematis akan mengalahkan niat baik yang tidak dipersiapkan dengan seksama. Maka pendekatannya harus melibatkan seluruh pihak, multilevel, terpadu, konsisten, dan berkesinambungan. Setiap dari kita memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan peran terbaik demi kejayaan bangsa  yang kita cintai ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline