Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Zain

Mahasiswa Universitas Diponegoro

Puisi: Pendosa di Ujung Kasih

Diperbarui: 13 Maret 2021   18:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: karyapemuda.com

Pendosa di Ujung Kasih

Menjelang subuh Ujang datang dengan kondisi teler, nampaknya ia bawa buah tangan.
Sial, ternyata sebotol anggur di tangan kiri, dan sebatang rokok di tangan kanan.
Pria yang digadang-gadang dapat mengentaskan keluarga dari jurang kemiskinan itu sama saja.
Sama saja dengan bapaknya yang malah menyeret ke jurang yang lebih dalam.

Surti hanya memendam kepedihannya dalam-dalam.
Ia ingat betul ketika dulu memadu kasih dengan bapaknya Ujang.
Persis seperti Ujang masa kini.
Kepala batu, pembangkang, liar, kasar, dan tebal hati.

Surti selalu mendepak jauh-jauh kemurkaannya.
Ia hanya sabar menyelimuti hati dengan kelembutan.
Lamun cobaan yang berliku nan terjal, Surti menyempatkan untuk menghadap sang kuasa.
Menyelinap di sepertiga malam, memohon ampun dan meminta rahmat.

Ujang kembali pulang, matanya terbelalak melihat Surti yang sedang berdoa.
Terdengar jelas nama Ujang disebut dalam doanya, sekejap hatinya mulai belingsatan.
Merasa sejauh ini telah menggempur habis-habisan hati sang Ibu.
Tak terbendung lagi, air matanya mulai menderas, bibir bergetar seraya berucap "Ujang minta maaf buuk..."

Puisi sebelumnya: Amarah Telah Usai

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline