Lihat ke Halaman Asli

Abdullah Zain

Mahasiswa Universitas Diponegoro

Revolusi Budaya Dulu Deh, Sebelum Membuka Izin Investasi Miras

Diperbarui: 2 Maret 2021   12:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Beberapa hari terakhir Indonesia dibikin gempar atas keluarnya Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, terutama yang membuka izin investasi untuk industri minuman keras atau minuman beralkohol. Bagaimana menurut anda? Termasuk ke golongan yang pro atau kontra dengan aturan tersebut?

Walaupun aturan itu dikhususkan untuk provinsi Bali, Papua, Sulawesi Utara, dan Nusa Tenggara Timur, namun tidak menutup kemungkinan di daerah lain juga dapat melakukan hal yang sama atas usulan gubernur untuk kemudian mendapat izin dari Kepala badan Koordinasi Penanaman Modal. Dengan embel-embel mempertimbangkan budaya dan kearifan setempat.

Lantas bagaimana jika investasi industri miras di Indonesia sudah berjalan? Apakah akan mendongkrak perekonomian negara? Atau mendongkrak kesibukan polisi karena naiknya angka kriminal? Menurut saya miras ini masih mendapat resistensi di mata masyarakat, hal yang tabu. Ora ilok

Berdasarkan Pancasila saja jelas bertentangan, karena konon sejarah Pancasila juga berarti jelmaan dari pepatah jawa yang berpesan untuk mo limo (madat, medok, mendem, maling, main) dan kata mendem yang dimaksud adalah mabuk karena minuman keras.

Berbagai pihak mulai dari politisi, MUI, Pemprov dan DPR Papua, PBNU, Amien Rais, dan sederet pihak lainnya juga ikut menolak dan menyarankan Presiden Joko Widodo untuk segera mencabut Perpres tersebut.

Dikutip dari CNN juga bahwa penerimaan cukai Indonesia per tahun mencapai Rp176,31 Triliun, dan minuman alcohol cuma menyumbang Rp. 5,76 Triliun, jauh dibawah hasil cukai rokok yang mencapai 164,87 Triliun per 2020. Jadi, untuk alasan ekonomi saya rasa kurang masuk akal.

Konsumsi miras di masyarakat Indonesia ini sangat rendah, tidak sampai 1 liter per kapita, per tahun. Budaya kita ini bukan orang yang setiap hari mabuk-mabukan, sangat tidak relevan dengan kultur nusantara, ibarat bikin pabrik es di neraka.

Indonesia sudah terlalu banyak hal yang kontra produktif, tidak selaras dengan budaya masyarakat Indonesia. Makanya kemungkinan besar hal itu dapat mendongkrak perekonomian dirasa kurang pas.

Beda halnya dengan industri rokok yang tidak gampang terserang krisis moneter, karena apa? Dari hulu sampai hilir kita mandiri, mulai dari bahan baku, industri, pemasaran, hingga konsumen, semua kita punya. Kendati ekspor impor terganggu, Industri rokok tetap bisa berdiri di kaki sendiri. Mungkin ini yang perlu diciptakan sebelum membuka Izin Investasi Miras, ekosistemnya dibuat dulu. Karena kalau tidak, tentu yang datang akan investor dengan brand-brand besar, yang justru akan mengusik UMKM minuman khas daerah, seperti arak Bali. Dan jika ekspor impor terganggu, industri tersebut akan ikut terganggu juga. Selama minuman keras masih mendapat resistensi dari masyarakat, selama itu juga Industri miras tidak dapat berjalan baik untuk kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline