Siapa, sih penulis tanah air yang karnyanya paling banyak kamu ikutin? Asma Nadia? Dee Lestari? Andrea Hirata? Aatau Boy Chandra? Adakah dari kalian pengkitut novel-novel Tere Liye? Kalau ya, maka kita ada di satu lingkaran yang sama.
Tere Liye bisa disebut sebagai penulis tanah air yang paling produktif saat ini. Tak hanya dari sisi kuantitas, tapi juga di kualitas setiap bukunya. Dari total 31 bukunya, hampir kesemuanya dicap best-seller sampai harus cetak ulang puluhan kali. Tere Liye juga memiliki fanbase yang cukup besar, terutama di kalangan pembaca remaja usia sekolahan.
Memang, berbeda dengan Ibu Suri Dee, misalnya, yang sangat lekat dikenal publik lewat seri Supernovanya, atau Pak Cik Andrea Hirata yang populer dari tetralogi Laskar Pelangi yang begitu legendaris.
Karya-karya Tere Liye 'tak begitu' dikenal secara luas (artinya lingkup novelnya hanya berpusat pada pembaca-pembaca dengan segmentasi tertentu) dan kepopuleran setiap novelnya cenderung merata (tidak booming pada satu novel, tapi novel yang lainnya biasa-biasa saja).
Ini mungkin karena novel-novel karangan Tere Liye dikemas lewat penuturan serta tema yang luar biasa sederhana, sehingga banyak pembaca yang 'gengsi' menjadikan novel tersebut sebagai bahan bacaan. Seperti diketahui novel-novel karangan Bang Tere selalu mengusung topik seputaran keluarga dan kesederhanaan hidup.
Bandingkan dengan novel Supernova-nya Dee. Di buku pertamanya, Kesatria, Putri dan Bintang Jatuh, Dee menggebrak dunia literasi Indonesia dengan pemaparan cerdas soal fisika kuantum. Orang yang berhasil menyelesaikan membaca novel itu, tentu merasa lebih keren dong, kalau cuma dibanding mereka yang baca novel tentang anak buta tuli yang mencoba menyebut nama Tuhannya...
Banyak yang memandang Tere Liye sebelah mata. Bahkan, mungkin Tere Liye adalah penulis Indonesia pertama yang punya hatters. Coba kalian cari penulis mana yang bahkan pembaca novelnya dikatai munafik dan sok bijak?!
Kenapa sih orang-orang pada sentiment sama Tere Liye? Karena ini?
1. Tere Liye Si Penulis Receh
Banyak sekali lho mereka yang bahkan belum membaca satu pun novel beliau mencaci Tere Liye sebab nama pena yang digunakan berasal dari Bahasa India yang berarti "untukmu". Mengomentari penggunaan judul salah satu novelnya, Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin, menjiplak sebuah kutipan milik Zatoichi, Si Samurai Buta yang dialih-bahasakan secara bulat. Padahal, bukankah hal itu sah-sah saja dilakukan dan banyak sekali penulis yang melakukan itu?
Pertanyaannya sekarang, situ yang kritik sudah bisa belum buat cerita yang (paling tidak) sama tebalnya dengan novel itu?