Lihat ke Halaman Asli

Digeladak Surau Tua

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

DIGELADAK SURAU TUA
Tatkala kencing ku masih bisa menembus
lobang lantai digeladak tua itu
hingga anginpun berebut membuncah ke mana-mana
Saat itu tak ada satupun umpatan
apalagi caci maki diantara khusuknya tadarru'Mu

Juga ketika suara usang itu berulang
desiran irama terompah pak kyai
seolah menambah nikmatnya celoteh
kami anak kecil tanpa kamoflase
senyuman atau tawa sinis
dari para pendusta negeri ini.
Alangkah indah saat itu.

Lalu kemanakah cerita itu akan menemukan judulnya?
Atau diantara teriakan cacing tanah
bahkan undur-undur teman mainan kami?
Maafkan surau tuaku
kemesraan dulu telah terjual
bersama desahan kenikmatan lelaki jalang
atau tukang pukul desa ini
hingga tercabik satir hijau milik kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline