Lihat ke Halaman Asli

Kisruh KLB Partai Demokrat Menciderai Demokrasi Internal Parpol dan Keterkaitan Oligarkhi dengan Bandar Politik

Diperbarui: 16 April 2021   21:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut sudut pandang penulis, terkait kasus atau konflik internal yang berada di dalam tubuh Partai Demokrat, seperti menciderai demokrasi di Indonesia. Hal tersebut membuat banyak pertanyaan di kalangan masyarakat apakah rezim saat ini seperti rezim orde baru jilid II yang dimana sistem oligarkhi terlihat dalam rezim saat ini, keterlibatan elit poilitik terhadap lingkaran penguasa mampu mempengaruhi Partai Politik. Di era demokrasi saat ini, banyak kepentingan-kepentingan ekonomi politik yang mampu mempengaruhi stabilitas politik di Indonesia.  Intrik-intrik dan skenario politik dilakukan dengan tujuan mempertahankan kekuasaan melalui lingkaran penguasa  dalam mengkontrol kebijakan politik dan melibatkan oknum-oknum yang memiliki kedekatan khusus dengan penguasa. Inti dari tujuan tersebut adalah Demokrasi yang kita yakini hanyalah sebuat alat untuk mendapatkan tujuan Negara yang kenyataannya adalah banyaknya para elit politik menyalahgunakan sistem demokrasi saat ini untuk mendapatkan kekuasaan dan terlebih lagi dalam mewujudkan "kekuasaan yang abadi".

Perpecahan di Partai Demokrat bukan hanya peristiwa memprihatinkan di satu partai politik saja, namun juga bagi iklim politik di Indonesia secara umum. Pasalnya, jika ini dibiarkan akan menjadi preseden buruk bagi perpolitikan nasional karena terjadi di partai relatif besar. KLB Demokrat menjadi contoh buruk mudahnya kekuasaan internal parpol dapat diintervensi dengan dalih tertentu. Melihat apa yang terjadi di Deli Serdang, penulis mengaku cemas kejadian KLB Demokrat akan membawa dampak sistematis  dan berpotensi menciptakan kegaduhan politik nasional. KLB, menunjukkan bahwa proses konsolidasi demokrasi di Tanah Air masih jauh dari ideal atau sesuai dengan amanat Pancasila.

Diketahui, Partai Demokrat merupakan parpol yang memiliki sikap tak bergabung dengan pemerintah Jokowi. Keputusan itu selaras dengan sikap yang dipilih oleh PKS dan PAN yang kini sama-sama berada di parlemen. Melihat hal itu, penulis menilai Moeldoko berupaya 'menaklukkan' oposisi dengan cara menarik Demokrat bergabung ke barisan pemerintahan. Upaya itu, diharapkan membuat berbagai kebijakan dirancang oleh pemerintah bisa mudah terealisasi di parlemen dan tak ada penolakan yang berarti.  Hal ini merujuk pada keinginan untuk menghilangkan pihak-pihak atau menghancurkan pihak lawan. Melihat kejadian saat ini tidak adanya oposisi dan tidak adanya check and balance kepada pemerintahan. Penulis menilai langkah intervensi dari istana mencampuri urusan internal partai politik membuat iklim demokrasi Indonesia menjadi rusak. Sebab, kebebasan berserikat yang dijamin Undang-undang Dasar 1945 telah tercederai oleh upaya intervensi-intervensi ilegal demi kekuasaan.

Di sisi lain, sudah seharusnya kekuatan oposisi partai politik di parlemen tetap berlangsung dan terjaga. Hal itu demi mengawasi jalannya pemerintahan yang cenderung terjadi penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power. Sistem Demokrasi saat ini seperti dibajak oleh para bandar politik untuk memuluskan langkah oligarki agar mendapatkan kekuasaan. Perihal kontrol parlemen tidak ada lagi yang mengawasi jalannya pemerintahan. Karena dalam teori power tends to corrupt, dalam konteks ini mengambil alih partai Demokrat juga masuk dalam kategori abuse of power atau penyalahgunaan kekuasaan. Terlebih, Moeldoko, yang berstatus sebagai orang di dalam lingkaran Istana.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline