Lihat ke Halaman Asli

Kronologis Kasus Sengketa Lahan Antar PTPN XIV Vs Petani di Kabupaten Wajo Sulsel

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 1972 PT. Bina Mulia Ternak (PT. BMT) masuk di wilayah Kec. Pitumpanuayang sekarangKec. Keera. PT. BMT menguasai lahan masyarakat dengan memberikan ganti rugi. Pembayaran ganti rugi dilakukan bervariasi. Untuk persawahan dan kebun di Bekkae dan Benceng-bencenge diberikan ganti rugi sebanyak Rp. 25 juta, lahan di desa Keera sebanyak Rp. 12,5 juta sedangkan lahan di desa awota sebanyak Rp. 12 juta. Dari sekian banyak ganti rugi tersebut diatas tidak ada satu pun yang sampai ketangan masyarakat. Kemudian pada tahun 1973 PT. BMT memperluas wilayah konsesinya dengan menguasaiwilayah Kec. Maniangpajo yang sekarang masuk dalam Kec. Gilireng namun tidak memberikan ganti rugi dengan masa kontrak selama 25 tahun. Dari data PTPN XIV disebutkan bahwa luas areal HGU PT. BMT unit Keera yang meliputi Kec. Pitumpanua dan Maniang Pajo Kab. Wajo seluas 12.170 Ha.

Lahan masyarakat yang dikontrak oleh PT. BMT merupakan lahan warisan dari nenek moyang masyarakat setempat. Ini ditandai dengan masih adanya tanda-tanda berupa kampung tua, bekas kebun-kebun masyarakat, kuburan tua dan tanaman jangka panjang yang masih ada sampai sekarang. Awalnya masyarakat tidak mau menyerahkan lahannya namun karena adanya intimidasi maka dengan terpaksa masyarakat menyerahkan lahannya. Kemudian lahan masyarakat di ambil alih oleh PTPN XIV, namun proses pengalihan dari PT. BMT ke PTPN XIV tidak diketahui oleh masyarakat. Luas lahan masyarakat yang dikuasai oleh PTPN XIV sekitar 8.000 ha dan tersebar di beberapa desa yaitu Desa Paselloreng Kec. Gilireng, Desa Inrello Kec. Keera, Desa Awota Kec. Keera, Desa Laliseng Keera, Desa Ciromani Kec. Keera, Kel. Ballere Kec. Keera.

Dari sekian tahun dikuasai oleh PTPN XIV hanya sebagian lahan yang sudah ditanami sementara yang lainnya masih alang-alang sementara masyarakat juga tidak dibiarkan masuk untuk mengelola. Sesuai dengan kesepakatan awalyang diketahui oleh masyarakat dengan PT. BMT maka masa kontrak seharusnya sudah berakhir sejak tahun 1998, Maka masyarakat sebagai pemilik lahan seharusnya sudah bisakembali mengelola lahan tersebut.Anehnya kemudian adalah karena sampai hari ini PTPN XIV Kab. Wajo masih tetap beroperasi , tanpa ada pemberitahuan apapun apalagi persetujuan dari masyarakat selaku pemilik tanah. Hal lain adalah pengunaan HGU PT. Bina Mulia Ternak ( PT. BMT ) yang di konversi oleh PTPN XIV Kab. Wajo telah terjadi indikasi kuat pelanggaran hokum karena HGU PT. Bina Mulia Ternak diperuntukan sebagai wilayah peternakan, bukan untuk perkebunan kelapa sawit.

Bahwa akibat perampasan lahan-lahan masyarakat oleh PTPN XIV Kab. Wajo telah mengakibatkan hilangnya sumber mata pencaharian masyarakat yang sangat mengantungkan hidupnya terhadap tanah mereka untuk berkebun ataupun pengembalaan ternak.

Pada tanggal 23 April 2010, telah diadakan pertemuan dengan pihak-pihak terkait di Kab. Wajo yang telah menyepakati dan ditandatangani oleh semua pihak yaitu sebagai berikut :

1.Bahwa PTPN XIV segeramenghentikan seluruh aktivitas perluasan dan penanaman wilayah konsesi PTPN Kab. Wajo

2.Bahwa Masyarakat tetap boleh mengelola lahan yang di rampas oleh PTPN XIV Kab. Wajo tanpa syarat apapun.

3.Bahwa Aparat kepolisian dan PTPN XIVagar tidak mengganggu masyarakat yang masuk mengelola lahannya.

Dari hasil pertemuan tersebut pula diatas diketahui bahwa sampai saat tidak memiliki HGU untuk melakukan aktifitas perkebunan di Kab. Wajo, karena sejakberakhirnya HGU PT. Bina Mulia Ternakyang digunakan oleh PTPN XIV dalam melakukan aktifitasnyadari data BPN diketahuibahwa HGU PT. Bina Mulia Ternak telah berakhir sejakpada tahun 2003. Artinya dari tenggang waktu antara 2003 sampai tahun 2010 PTPN XIV Kab. Wajo telah melakukan kegiatan yang illegal dan melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku diwilayah kesatuan RI.

Dalam pertemuan itu pula diketahui bahwa saat ini PTPN XIV Kab. Wajo baru dalam proses pengajuan luas area perpanjangan HGU. Sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan secara tegas dinyatakan bahwa perencanaan harus dilaksanakan secara terukur, relaistis, dan bermamfaat serta dilakukan secara parsipatif dengan melibatkan masyarakat, terbuka dan akuntabel. Artinya bahwa kalau kemudian masyarakat tidak mengingikan keberadaan sebuah perusahaan di lokasi mereka maka hal tersebut tidak bisa dipaksakan pelaksanaannya.

Berangkat dari kesepakatan tersebut diatas maka saat ini masyarakat telah kembali mengelola lahan-lahan kosong yang belum ditanami kelapa sawit oleh PTPN, pada saat yang bersamaan pihak PTPN masih tetap melakukan penanaman kelapa sawithal ini tentunya sangat menciderai kesepakatan yang telah di capai sebagaimana disebutkan dalam point 2 ( dua ). Dalam melakukan penanaman pihak PTPN di dampingi oleh oknum kepolisian Kab. Wajo yang melakukan intimidasi dan kegiatan lain yang menimbulkan ketakutan ditengah-tengah masyarakat dalam melakukan aktifitas dilahan mereka. Hal ini tentunya sangat bertentangan dengan Peraturan KAPOLRI No. 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan standar Hak Asasi manusia Dalam Peyengaraan Tugas Kepolisian Tugas Kepolosian Negara Republik Indonesia.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline