Lihat ke Halaman Asli

Abdul Jolai

Mahasiswa

Jati Diri dan Adaptabilitas Pemuda Jelang Pilkada 2024

Diperbarui: 8 Mei 2024   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok Pribadi: Abdul Jolai

Mengawali sebuah tantangan jaman yang bukan menjadi sebuah kebiasaan akan semakin membuat kita bertanya-tanya kepada diri kita, apakah kita menjadi diri kita sendiri ataukah kita perlu bersandiwara dengan dunia yang serba modern ini.

Hiruk-pikuk usai pileg dan pilpres menjadi bagian yang tidak dapat dielakan lagi dengan berbagai persoalan yang kita alami selama mitoni terakhir ini. Ejawantah yang dilontarkan penyelenggara berhasil memutuskan pemimpin yang bijaksana dan berbudipekerti. Kendati demikian, pesta demokrasi berjalan dengan penuh sandiwara, drama atau bahkan melanggengkan nir etik. Proses menjadi suatu persoalan yang serius dan mestinya didalilkan dengan bijaksana, supaya dalam putusan membuahkan hasil yang objektif dan transparansi. Menjadi sangat ambivalensi ketika kita menyaksikan demokrasi saat ini. Demokrasi yang notabenenya menjadi kedaulatan rakyat, kini menjadi kedaulatan bukan untuk rakyat.

Berbagai macam dinamika yang kita temui dalam proses demokrasi, bahwa ada suatu perubahan yang sangat signifikansi dalam mewujudkan kepemimpinan. Hal dasar yang menjadi pergumulan calon pemimpin adalah bagaimana upaya dan usaha yang mereka lakukan untuk menarik simpati rakyat. Dan tidak kalah penting para kaum borjuis ikut ambil bagian dalam seruan mendukung jagoannya. Semarak demokrasi 2024 yang bergejolak dengan penuh makna, kemudian disambut dengan penuh dileberatif oleh kaum muda dalam mengaspirasi berdemokrasi. Dengan penuh eksplisit yang digaungkan kaum muda dalam mewujudkan demokrasi yang adil, transparan dan bermartabat. Demokratisasi menjadi tolak ukur utama dalam kesuksesan pemilu di Indonesia. Mengawali suatu proses yang sempurna tentu tidaklah mudah dengan rentang waktu yang amat singkat. Perlu adanya kesiapan diri dalam berproses dan menentukan sosok pemimpin yang mampu mengayomi masyarakat.

Kaum muda, pesta kita belum usai. Masih ada pesta yang mesti kita rayakan dengan makna yang serupa, namun alangkah baiknya dengan cara yang sedikit berbeda. Disadari atau tidak bahwa kaum muda menjadi prioritas utama yang menjadi bagian yang teramat penting dalam menentukan pemimpin negeri ini. Lalu bagaimana kaum muda mengawali privilege ini agar menjadi sebuah momentum yang melahirkan pemimpin yang bijaksana. Apakah pemuda mempertahankan jati diri ataukah menjadi pemuda yang adaptabilas? Apakah menjadi pemuda yang apatis ataukan pemuda yang demokratis?

Dilema yang selalu menghantui kaum muda adalah ketika tetap ingin mempertahankan jati diri tetapi akan ketinggalan perkembangan dunia modern, menjadi adaptabilitas tetapi akan kehilangan jati diri. Lalu langkah apa yang harus kaum muda lakukan untuk bisa menjalani kedua prinsip itu agar bisa dijalankan secara bersama. Kaum muda, anda yang dibekali dengan intelektual yang tinggi tentu bukan menjadi suatu permasalahan yang rumit ketika anda harus mempertahankan jati diri anda dan tetap beradaptabilitas dengan keadaan yang anda dihadapi sekarang. Kekayaan intelektual yang anda miliki sudah melebihi dari cukup untuk anda bisa berpikir jernih dan berdinamika dengan logis. Dengan bekal ilmu yang anda punya tentu menjadi harapan utama untuk dipergunakan dengan bijak dan baik. Terlebih dalam pesta PILKADA mendatang.

Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita ketahui sebagai jati diri dan adaptabilitas yang baik. Kita jangan terfokus pada satu titik, dan mulailah melihat dan mencari literatur yang relevan dengan permasalahan yang ada. Anda harus berani dalam mengambil keputusan dalam menentukan pilihan. Jangan takut karena anda gagal, sebab masih banyak waktu untuk anda berubah dan melakukannya dengan benar. Memiliki perangai saintifik yang terbuka antara teori dengan realita, sehingga antara pikiran dan permasalahan di lapangan dapat diselesaikan dengan baik. Jadi, mulailah anda bersikap open minded dan menjadi pelopor bagi kaum proletar serta menjadi media edukasi dalam memeriahkan pesta demokrasi.

Media sosial menjadi sarana informasi yang sangat banyak diterima oleh kaum muda, hal ini juga menjadi perhatian penting untuk kita benahi bersama. Sebab banyak kaum muda yang terjebak dengan arus yang penuh lika-liku tak berujung. Arus dimana trend menjadi bagian yang dianggap amat penting. Saya tidak membenarkan apa yang sudah benar, tetapi setidaknya kita sebagai kaum muda jangan hanya bisa menerima segala sesuatu tanpa mengkaji lebih dalam. Aroma trend memang acapkali digaungkan sebagai pemanis semata yang kebenaran realitanya belum kita jumpai. Menjadi jati diri yang berdikari dan beradaptabilitaslah dengan bijak.

Lima bulan bukanlah waktu yang lama, bukan juga waktu yang singkat untuk anda menentukan figur seperti apa yang anda harapkan menjadi sosok pemimpin daerah. Lima bulan bukan juga waktu yang lama untuk para calon pemimpin menebar janji yang penuh makna, entah itu makna yang tersiarat namun tak tersurat, entah itu makna yang tersurat namun tak berkalimat. Dinamika yang tidak asing kita jumpai menjadi perihal yang sulit kita prediksi. Tetapi percayalah dengan bekal intelektual yang kaum muda miliki akan lebih mudah dalam mengoreksi janji yang tidak akan pernah terbukti.

Satu lustrum bukanlah waktu yang singkat, bukan pula waktu yang lama untuk pemimpin menepati janji yang pernah ditaburi, entah itu janji sebatas mimpi atau janji pemanis hati. Kaum muda mari kita membersamai pesta demokrasi ini dengan makna dan tujuan pasti. Jangan takut untuk menyuarakan kebenaran, kita, anda dan kamu semua memiliki hak yang sama. Hak Prerogatif, hak untuk menentukan seperti apa pemimpin yang anda harapkan yang mampu mengentaskan permasalahan-permasalahan di daerah anda. Gaungkan semangat dengan keberanian. Putuskan tradisi transaksional. Kobarkan dengan penuh sukacita bahwa kaum muda menjadi contoh utama yang mampu melahirkan pemimpin yang jujur, adil dan tidak matrialistik. Melahirkan pemipin yang bisa menghadirkan pemerintah ditengah-tengah masyarakat. Melahirkan pemimpin yang memiliki jiwa melayani, bukan dilayani. Melahirkan pemipin yang pro rakyat dan anti otoriter. Daraskan semangat untuk menantang Nepotisme, Kolusi dan Korupsi.

Oleh Abdul Jolai (Anggota PMKRI Yogyakarta) Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline