Baubau (Bapas Baubau) - Tak bisa dipungkiri rumor narapidana (napi) yang menjalani program asimilasi rumah dan integrasi bebas bersyarat kembali berulah kerapkali menghiasi pemberitaan miring di pelbagai media massa, terutama sejak diberlakukannya masa pandemi covid-19 seiring dengan keluarkannya kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 32 tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bershyarat bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.
Kendati demikian fakta sebenarnya hanya segelintir napi yang melanggar jika dibandingkan dengan jumlah napi yang dikeluarkan dan telah beralih status menjadi klien pemasyarakatan pada Balai Pemasyarakatan (BAPAS), akan tetapi tentu tetap menimbulkan kegelisahan dan keresahan tersendiri bagi masyarakat khususnya masyarakat yang terdampak langsung akibat ulah napi yang melanggar tersebut.
Pun demikian Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas II Baubau yang memiliki wilayah kerja begitu luas terdiri dari 1 kota dan 8 kabupaten (Kota Baubau, Kab. Buton, Kab. Buton Selatan, Kab. Buton Tengah, Kab. Buton Utara, Kab. Wakatobi, Kab. Bombana, Kab. Muna dan Kab. Muna Barat) dengan karakteristik sebaran wilayah kerja yang dominan wilayah kepulauan, terlebih lagi Sumber Daya Manusia (SDM) petugas Pembimbing Kemasyarakatan yang sangat terbatas memungkinkan terjadinya risiko pelanggaran oleh oknum klien pemasyarakatan yang dalam masa program pembimbingan dan pengasawan.
Bertempat diruang kerjanya. Senin (30/1/2022) Kepala Bapas Kelas II Baubau, Sri Maryani mengatakan berdasarkan data yang dimiliki dalam masa 1 tahun terakhir di tahun 2022 terdapat 1.435 napi atau klien pemasyarakatan terdiri dari Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH) dan klien asimilasi rumah, cuti bersyarat, dan pembebasan bersyarat ditangani dengan hanya 18 petugas Pembimbing Kemasyarakatan mulai dari layanan penelitian kemasyarakatan (litmas) hingga pengawasan secara terus menerus dipantau sampai masa pembimbingan dan pengawasannya berakhir.
"Jika dibandingkan antara jumlah petugas Pembimbing Kemasyarakatan dengan luas wilayah kerja dan jumlah klien pemasyarakatan sebegitu banyaknya yang kami tangani di Bapas Baubau, maka tentu petugas Bapas akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan pemantauan terhadap prilaku klien yang kami bimbing dan awasi, untuk itu kami memandang perlunya keterlibatan berbagai pihak termasuk peran aktif masyarakat untuk membantu dalam melakukan pengawasan sehingga upaya pencegahan sedini mungkin atas risiko pelanggaran oleh napi atau klien pemasyarakatan dapat di minimalisir," tutur Sri.
Mengatasi dinamika permasalahan tersebut, kini Bapas Kelas II Baubau telah meluncurkan sebuah inovasi berbasis IT dengan membuat aplikasi yang diberi nama SIDAK "Pengawasan & Penindakan Aduan Klien", aplikasi tersebut telah disematkan di Website resmi Bapas Baubau dan mudah diakses oleh siapa saja.
"Jika ada napi asimilasi, bebas bersyarat atau klien pemasyarakatan masih dalam pengawasan Bapas Baubau yang berulah dilingkungan masyarakat, kami sangat terbuka untuk menerima keluhan dari siapapun, masyarakat kami libatkan! dalam memantau prilaku mereka. Silahkan sampaikan aduan melaui website resmi Bapas Baubau, yakni www.bapasbaubau.com dengan cara klik menu aplikasi layanan Bapas, lalu klik SIDAK (Pengawasan & Penindakan Aduan Klien) kemudian sampaikan keluhan Anda. Pasti akan kami tindak lanjuti dan identitas pengadu dirahasiakan!" tutup Sri.
(Humas Bapas Baubau).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H