Lihat ke Halaman Asli

Trasidisi Madura "Slametden Malem Lekoran"

Diperbarui: 12 Juni 2017   09:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Separuh perjalanan telah terlalui dalam Bulan Ramadan pada kali ini. Bulan Ramadan yang sangat penuh dengan keistimewaan dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain. Ada dua hal istimewa yang terdapat di dalam Bulan Ramadan yang menjadi  pembeda dari  bulan-bulan yang lain. Dengan dua hal itu juga yang memulyakan Bulan Ramadan. Dua hal tersebut yaitu Nuzul Qur'andan malam Lailatul qadar. Adapun Nuzul al-Qur'an adalah hari diturunkannya al-Qur'an pertama kali oleh Allah dari Daar al-Izzahkepada Rasulullah Muhammad SAW. Ayat yang diturunkan pada Nuzul al-Qur'an adalah surat al-Alaq ayat 1 samapai dengan ayat 5. 

Sedangkan Nuzul al-Qur'an itu terjadi di tanggal 17 Bulan Ramadan. Selain Nuzul al-Qur'an adalah Lailatul Qadar. Malam Lailatul Qadaritu adalah malamyang satu malam pada malam tersebut lebih baik dari pada seribu bulan. Pada malam tersebut Allah menurunkan para malaikat-malaikat-Nya ke alam dunia membawa rahmat untuk makhluk-makhluk-Nya yang taat bereibadah kepada-Nya sampai terbitnya fajar. Pada malam tersebut itu pula Allah menurunkan al-Qur'an dari Lauh Mahfudzke Daar al-Izzah secara utuh. Malam Lailatul qadar itu terjadi dii sepuluh hari yang terakhir dari pada Bulan Ramadlan.

Bagi Masyarakat madura malam-malam tersebut dianggap malam-malam yang sangat mulia. Sehingga tradisi "slametden (indonesia: selametan)" pada malam-malam itu sangatlah sakral dilakukan. Apalagi dalam menyambut malam Lailatul Qadar atau yang disebut oleh orang madura dengan "malem lekoran".  Sebutan tersebut diambil oleh orang madura sesuai dengan waktu pelaksanaannya. Disebut malem karena memang pelaksanaannya dilaksanakan pada malam hari. Adapun lekoran itu sendiri adalah penyebutan bilangan dari 21 sampai dengan 29. 

Sedangkan yang dimaksud dengan "malem lekoran" oleh Orang Madura adalah malam-malam pada tanggal ganjil di sepuluh terakhir bulan Ramadan yaitu pada tanggal 21, 23, 25, 27, dan 29 Yakni pada terjadinya malam Lailatul Qadar. Uniknya tidak di semua tanggal-tanggal ganjil tersebut Masyarakat Madura melakukan "slametden malem lekoran". Akan tetapi pada umumnya dilaksanakan pada tanggal 21, 25, dan 27. Padahal belum tentu juga malam Lailatul Qadar itu jatuh pada tanggal-tanggal itu. Akan tetapi bisa jadi jatuh pada tanggal-tanggal lainnya yakni pada tanggal 23 atau 29. Karena memang tujuan dari pelaksanaan slametden malem lekoran itu adalah untuk menyambut malam lailatul qadar.

Dalam melaksanakan tradisi tersebut Masyarakat berbeda-beda tempat sesuai dengan keinginannya masing-masing. Ada sebagian Masyarakat yang melaksanakan tradisi tersebut sendiri-sendiri yakni dilaksanakan di rumahnya baik dengan mengundang tetangga dekat sekitarnya dan keraabat-kerabatnya untuk berdo'a dan melaksanakan buka puasa bersama maupun dengan langsung membacakan do'a-do'anya dan kemudian langsung dibagi-bagikan kepada tetangga dan kerabat tersebut. 

Adapula Masyarakat yang melaksanakan tradisi slametden malem lekoran tersebut di musholla-musholla atau masjid tempatdi dirikannya shalat jamaah taraweh setelah pelaksanaan shalat jamaah taraweh. Dalam melaksanakan slametden malem lekoran tersebut Masyarakat Madura seluruhnya ikut serta. Jadi pada waktu itu mereka saling berbagi antara satu dengan yang lain.

Dan yang tak kalah menarik adalah bahwa hidangan yang disuguhkan dalam tradisi slametden malem lekoran itu identik dengan "plotan (indonesia : ketan)". Baik dengan plotan yang langsung dimasak tanpa campuran, plotan yang dicampur, atau olahan-olahan makanan yang berbahan dasar plotan seperti sarabih, leppet, serpang dan lain sebagainya. Makanan plotan tersebut seakan menjadi kewajiban bagi Masyarakat Madura. Jadi slametden di tanggal ganjil tersebut diatas harus salah satunya terisi dengan slametden plotan. Jika sudah melakukan slametden dengan berbahan makanan plotan, maka boleh pada tanggal-tanggal lekoran yang lain dilakukan dengan makanan-makanan yang lain pula.

Itulah tradisi slametden malem lekoran bagi Masyarakat Madura. Namun yang terpenting dari pada malam-malam itu adalah do'a memohon kesalamatan dunia dan akhirat. Semoga umat islam madura khususnya dan seluruh umat islam di dunia pada umumnya mendapatkan hidayah dan rahmat dari Allah SWT dan tetap dalam lindungan-NYA. Aamiin.

TRADISI MADURA "SLAMETDEN MALEM LEKORAN"

OLEH: ABDUL HAMID (MAHASISWA PBA VI STAIN PAMEKASAN)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline