Pernahkah Anda berpikir (khususnya jika Anda laki-laki dan bersekolah dasar atau menengah di "Indonesia tercinta" ini) mengapa siswa laki-laki diharuskan berambut pendek?
Saya seseorang yang sensitif jika rambut saya diatur orang lain. Sekarang ini, jika saya berniat untuk pangkas, lalu sebelum itu seseorang juga mengomentari rambut saya, lalu menyuruh atau menyarankan pangkas. Saya akan batalkan niat untuk pangkas rambut! Itu karena saya tidak ingin dia merasa bisa mengatur penampilan kepala saya.
Itu tertanam kuat dalam diri saya sejak SMP. Salah satu motto saya adalah : "Kau bermasalah dengan rambutku, kau bermasalah denganku."
Fakta lain adalah saya menempuh pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Bisa Anda bayangkan rusaknya masa remaja saya?
Waktu SMA, setiap hari apapun itu, setiap detik, setiap menit ketika bersekolah adalah hari gerilya. Ya, menghindari perusuh yang merusak hari. Sekedar info, (terutama buat para perusuh yang cukup pintar untuk sadar bahwa dialah yang saya maksud) Anda tidak hanya merusak hari saya, Anda merusak hampir seluruh masa SMA saya, dan mental saya yang berbekas hingga sekarang. Jika nanti Dia berkata bahwa saya benar, saya akan menuntut Anda di pengadilan-Nya.
Pada waktu SMA juga, seorang guru mata pelajaran pernah bercerita di kelas kami bahwa saat dia bertugas sebagai Pembantu Kepala Sekolah III, dia memotong rambut para siswa atas dasar peraturan Menteri Pendidikan yang mewajibkan siswa berambut pendek dengan rincian ini-itu. Bahkan dia menyebut siswa tidak boleh berjenggot namun boleh berkumis. Saya langsung berpikiran : "Dasar sekolah munafik. Katanya sekolah Islam, tapi mengikuti peraturan tidak boleh berjenggot. Tidak boleh berjenggot? Hah? Gila sekali! Apa tidak sekalian saja tidak boleh sholat?"
Lalu, beberapa saat sebelum tulisan ini mulai dibuat, saya mulai mencari Peraturan Menteri yang dimaksud. Ternyata, tidak ada. Ya, TIDAK ADA. Hanya mitos. Saya merasa dibodohi selama lebih dari 10 tahun.
Saat saya mahasiswa, dunia saya berubah, rambut bebas asalkan rapi. Rapi disini tentu saja tidak identik dengan pendek ala 'Menteri Pendidikan' seperti kata si mantan Wakil Kepala Sekolah III. Kemudian, apa yang terjadi pada saya? Penyakit obsesif-kompulsif saya nyaris sembuh! Pertemanan saya meluas, dan prestasi akademik dan non-akademik saya melejit di kampus. Ya, melejit, dibandingkan masa SMA saya yang hancur lebur.
Pernah juga saya berpikir, ada pola waktu tertentu bagi laki-laki saat memanjangkan rambut.
Saat balita, terserah orangtuanya.
SD hingga SMA, pendek, entah dengan senang hati ataupun terpaksa.