Lihat ke Halaman Asli

Abdul Barri

Dosen/Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Masthuriyah Sukabumi

Harta dalam Pandangan Islam

Diperbarui: 8 Mei 2024   06:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Harta layaknya perhiasan yang dapat memperindah kehidupan manusia di dunia, selalu menghantui pikiran, tak ayal banyak orang yang menghabiskan waktu, tenaga dan fikirannya dalam berlomba-lomba mengumpulkan harta. Harta menjadi barometer kesuksesan seseorang, semakin banyak harta yang dimiliki seseorang, maka semakin dianggap sukses.

Allah swt memberikan petunjuk tentang bagaimana cara memperoleh harta yang baik dan benar serta cara penggunaannya. Harta akan mendatangkan manfaat duniawi dan ukhrawi dengan cara konsumsi yang wajar sesuai tuntunan syariah, tidak melakukan israf (boros) dan tabdzir di satu sisi juga tidak bersikap bakhil di sisi lain. 

Seorang muslim harus bijak antara israf, tabdzir dan bakhil sehingga harta yang dimilikinya membawa dampak positif bagi kehidupannya. Harta yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan hidup akan berdampak pada kebahagiaan duniawi dan harta yang diinfakkan di jalan Allah swt (membantu sesama) akan berdampak positif kembali kepada pemiliknya di kehidupan akhirat kelak.

Islam mengakui bahwa harta memegang peran penting dalam mendukung kehidupan manusia bahkan berfungsi sebagai penyempurna pelaksanaan ibadah baik yang bersifat ritual ataupun sosial keagamaan. Beberapa ibadah memerlukan pendanaan yang cukup dalam pelaksanaanya, dan dana adalah bagian dari harta. Al-Quran dan adis sebagai sumber utama ajaran agama Islam memberikan tuntunan cara memperoleh dan mentasharrufkan harta.

Harta adalah titipan dari Allah swt sehingga semua pihak yang diberi titipan harta kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala, sesuai sabda Rasulullah Sallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

  ( )  

Artinya: "Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai 4 hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan." (HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi).

Allah swt sebagai pemilik hakiki harta memberikan petunjuk penggunaan agar harta titipan tersebut dapat memberikan manfaat panjang kepada manusia sebagai bekal kehidupannya kelak di akhirat. Allah swt melarang seseorang bersikap boros dan bakhil.

"Dan orang-orang yang apabila mentasyarrufkan harta tidak berlebihan, dan tidak (pula) bakhil yaitu perilaku mentasyarrufkan harta secara seimbang di antara keduanya." QS. al-Furqan (25: 67).

Islam melarang pemeluknya bermegah-megahan. Kemegahan yang dipertontokan orang kaya memicu semakin lebarnya kesenjangan antara si miskin dan si kaya yang dapat menimbulkan kecemburuan, berpotensi terjadinya konflik dan mengundang perbuatan jahat.

Dalam harta seseorang pada hakikatnya terdapat hak orang lain, oleh karena itu manusia yang telah diberi titipan harta tidak dibenarkan mempergunakan semua hartanya untuk kepentingan pribadinya. Islam melarang seorang muslim untuk berperilaku kikir dalam mempergunakan harta. Allah swt Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline