Lihat ke Halaman Asli

Abdul Aziz

Moderate mindset

Proposal Disertasi yang Smart (A Lesson Learned)

Diperbarui: 16 Desember 2024   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input Keterangan & Sumber Gambar (M. Amin Abdullah,  Kuliah Seminar Proposal Disertasi, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2010)

"Bagaimana jadinya kalau kuliah ini tidak saya tongkrongi."

Itulah sepenggal kalimat keprihatinan akademik Prof. Dr. H. Muhammad Amin Abdullah yang pernah disampaikan di sela-sela perkuliahan seminar proposal yang selalu terngiang-ngiang dalam ingatan saya. Dengan gaya  khasnya, serius tapi penuh dengan joke-joke segar di sepanjang perkuliahannya, keprihatinan beliau menyadarkan saya tentang perlunya keseriusan dalam penggarapan proposal disertasi.   

Sebelum mengikuti mata kuliah seminar proposal disertasi, saya menganggap bahwa menyusun proposal tidak sesulit menyusun disertasi. Tapi setelah mengikuti mata kuliah seminar proposal, pertemuan demi pertemuan, pandangan saya tentang penyusunan proposal disertasi berubah.

Penyusunan proposal sesungguhnya justru lebih sulit dibanding dengan penyusunan disertasi itu sendiri. Hal ini tidak saja karena proposal merupakan sebuah rancangan yang harus dapat menggambarkan apa yang akan dilakukan dalam disertasi nanti, lebih dari itu proposal merupakan penentu apakah sebuah penelitian layak dilakukan atau tidak.

Menurut beliau sebuah proposal yang bagus harus mampu mengemukakan smart question. Untuk dapat   menemukan smart question mesti berangkat dari kerangka teori yang layak. Misalnya jika merujuk pada Thomas S. Khun, kerangka teori hendaknya terbangun atas: Intelectual-academic debat, paradigm, normal sciences, anomali, dan crisis.

Selain itu, ditinjau dari segi literatur, paling tidak memerlukan lima puluh literatur, mulai dari yang lokal, nasional dan internasional. Literatur ini kemudian diklasifikasi sesuai dengan ranking-nya, yaitu: high rank, midle rank dan law rank. 

Untuk proposal yang berjudul Agama dan Kesenian (Relasi Pesantren dan Budaya Lokal) misalnya, skema berikut ini (lihat gambar 1) dapat membantu mengklasifikasikan rangkingisasi literatur di mana art (seni) yang berada dalam agama merupakan high rank, kemudian agama dan seni merupakan midl rank, sementara pesantren merupakan law rank.

Menurut Prof. Amin dalam penerapannya di UIN, kerangka teori di samping terdiri dari ramuan yang unik, bahan-bahan ramuan juga harus meliputi, Islamic studies, humanities, dan social sciences. "Inilah yang membedakan UIN dengan perguruan tinggi lain", tegasnya. Dari sinilah akan melahirkan smart question dan problem yang serius berupa: kegelisahan akademik, pro kontra, dan penyimpangan-penyimpangan.

Dilihat dari psikologi penelitian, menurut Prof. Amin, pada umumnya peneliti ketika menyusun proposal langsung memusatkan perhatiannya ke obyek penelitian. Untuk penelitian setingkat S3, kata beliau, mestinya tidak demikian  melainkan pertama-tama peneliti hendaknya memusatkan perhatiannya pada kerangka teori baru kemudian ke obyek penelitian. Dengan mendudukkan psikologi penelitian seperti ini akan diketahui contribution to knowledge (kebaruan) sebuah penelitian. Beliau menggambarkannya dalam skema berikut (lihat gambar 2):

Input Keterangan & Sumber Gambar (M. Amin Abdullah, Kuliah Seminar Proposal Disertasi, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, 2010)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline