Sebanyak 1,2 juta dosis vaksin Covid-19 buatan Sinovac tiba di Bandara Soekarno Hatta, 6 Desember 2020. Rencananya bulan Januari 2021 akan datang 1,8 juta dosis lagi. Pemerintah juga mendatangkan 15 juta dosis bahan baku vaksin bulan ini dan 30 juta dosis pada Januari, untuk diproses lebih lanjut oleh Bio Farma.
Kabar ini adalah hal yang positif. Gembira tak jadi soal. Tapi ingat, jangan lengah dan terbawa euforia. Kita tak boleh berlebihan menyambutnya dan harus objektif menilainya.
Vaksin Sinovac adalah vaksin untuk pencegahan dan pengendalian virus SARS-CoV-2. Nama vaksin ini berasal dari produsen, sebuah perusahaan biofarmasi Cina, Sinovac Biotech Ltd.
Karena ini merupakan bentuk pencegahan dan pengendalian virus agar tidak semakin mewabah, bukan berarti vaksin ini akan membuat kita kebal 100% terhadap Covid-19.
Hasil uji klinis fase 3 Sinovac paling cepat baru akan keluar di minggu ke 3 atau 4 bulan Januari 2021, menurut BPOM. Kira-kira hasilnya akan memuaskan atau tidak, ya?
Sebelum kita berasumsi dan menjawab, alangkah lebih baiknya berkenalan dulu dengan dasar-dasarnya. Untuk menentukan profil efektivitas dari sebuah vaksin dalam memberikan perlindungan terhadap penyakit perlu diadakan pengujian, yang disebut uji klinis fase 3.
Uji klinis fase 3 bertujuan untuk menentukan level respons imun cukup atau tidak. Prosesnya juga, mengukur perbedaan tingkat infeksi antara kelompok yang divaksin dengan kelompok plasebo (obat kosong).
Untuk uji klinis fase 1 dan 2, ada kabar yang cukup baik. Profil keamanan vaksin Sinovac sudah sesuai standar World Health Organization (WHO). Vaksin tersebut mampu memicu respons imun, namun dengan level yang lebih rendah dari orang yang sudah sembuh dari Covid-19.
Dari sekian vaksin yang ada, Sinovac menempati posisi paling bawah kualitasnya. Tapi tenang, Target WHO sendiri tidak terlalu besar, cukup 50% tingkat kemanjuran untuk pemberian izin vaksin itu digunakan.