Lihat ke Halaman Asli

Abdulazisalka

Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Baik atau Buruk, Ia Tetaplah Ayahmu

Diperbarui: 30 November 2020   07:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kredit Foto: Leroy_Skalstad via pixabay

Kenapa ayah baru menceritakannya sekarang? Ayah jahat. Gara-gara ayah membesarkanku dalam pengasuhanmu, sampai hari ini aku tak bisa melompat, Yah. Ini semua gara-gara ayah.

Sore hari, di sebuah padang rumput yang lebat dan jauh dari peradaban indah manusia, hiduplah seekor kelinci yang meski sudah menginjak usia remaja belum juga bisa melompat. Persis seperti kucing yang berjalan di atas tanah. Punya telinga lebar, tapi tak bisa lompat. Ia melihat jelas dengan mata kepalanya sendiri saat berjalan menyusuri padang rumput, semua kelinci sejenis dirinya bisa melompat. Saat melihat pemandangan itu ia benar-benar mengutuki takdir buruknya.

Suatu hari ia memberanikan diri menanyai ayahnya yang tidak bisa melompat juga. Ia tidak ingin lagi memendam prasangkanya. Setelah ia coba melihat dengan seksama Ayahnya, ternyata ciri dan jenisnya berbeda dari lainnya.

"Apakah aku memang benar-benar anakmu, Ayah?" tanya si anak kelinci suatu siang.

"Inilah saat-saat yang dilema dan sangat mendebarkan bagiku. Akhirnya kau menanyakan juga," jawab sang Ayah.

"Kamu memang sebenarnya bukan anakku. Namun, aku tetap ayahmu karena aku yang merawat dan membesarkanmu hingga sekarang. Aku, ayahmu ini, memang seekor babi yang sebenarnya tak bisa melompat seperti kelinci.

"Aku akan ceritakan kisahnya nak. Dulu, suatu pagi buta aku sedang berjalan pelan di suatu hutan sunyi dan aku melihat ada seekor kelinci yang sepertinya baru lahir menangis keras tergeletak di semak-semak. Tak ada induk kelinci yang merawatnya. Aku memutuskan untuk membawanya. Itulah kau.

"Saat dulu merawatmu, aku sadar kamu bukan babi sepertiku. Aku memberi makan apa yang aku makan, aku tak sering memberimu sayur dan wortel. Aku juga tak tahu cara melompat nak. Saat aku ingin membawamu ke gerombolan kelinci dulu kau takut tak mau, padahal yang bisa mengajari cara melompat adalah mereka dan seharusnya kau berteman dengan mereka bukan babi atau lainnya. Maafkan aku, anakku, karena kau dibesarkan dalam pengasuhan babi bodoh ini."

"Kenapa ayah baru bilang sekarang? Ayah jahat sekali. Gara-gara ayah merawatku dan membesarkanku sampa hari ini aku tak bisa melompat. Ini semua karena kau Ayah." Si anak kelinci kecewa dan marah ia meninggalkan Ayahnya dengan rasa kesal.

Waktu terus berjalan, tak terasa sudah lima hari anak kelinci itu marah dan menjauhi ayahnya. Ia merasa telah dirawat ayah palsu yang jelek dan salah. Ia benar-benar kecewa atas keadaan ini. Dari waktu ke waktu semakin bertambah kebencian terhadap ayahnya. Dari rasa jengkel juga ia jadi ingin belajar keras agar ia bisa melompat. Jika benar yang dikatakan ayahnya makan sayur dan wortel serta berteman dengan gerombolan kelinci lainnya ia bisa melompat, pasti ia bisa.

Lagi-lagi ia bingung bagaimana memulai pelajaran melompatnya. Ayahnya tak pernah mengajari dasar dan langkah awal untuk melompat. Ia benar-benar tak tahu cara memulainya. Ia mulai mencoba pelan-pelan, tapi tetap saja ia tak bisa melompat. Rasa putus asa rupanya hinggap pada perasaannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline