Lihat ke Halaman Asli

Abdulazisalka

Tinggal di The Land of The Six Volcanoes . Katakan tidak pada Real Madrid.

Ada Ludah di Kopi, Bukan Cinta

Diperbarui: 15 November 2020   12:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar Milik Nyuni Arista

Hari yang dingin, seakan hujan akan turun. Tika mengurungkan langkah kakinya. Satu kakinya seakan mengambang di udara. Jemarinya membeku di tepian tirai pintu kamarnya. Ia berusaha tidak terlihat oleh Tutut, bibinya, yang berdiri ditepi meja, sedang mengaduk segelas kopi.

Bibinya melangkah berlalu membawa kopi kedepan, barulah ia melangkah kaki keluar kamar. Sayup-sayup ia mengintip. Matanya awas layaknya elang. Bergegas ia mengambil kaos kaki, memakai sepatu, tak lupa mengambil botol air dan kunci kontak motor dekat kulkas.

"Bibi, Paman, Tika berangkat dulu," ucapnya sambil salim cium tangan satu persatu.

"Sudah gajian Tika?, tagihan air dan listrik tolong dibayar, Ka. Adikmu juga, tuh, harus bayar LKS di sekolah," ucap Tutut

Gadis kurus itu tak menjawab. Ia buru-buru ke teras, segera menuntun motor. Dengan air mata yang baru saja jatuh. Ia langsung tancap gas berlalu. Motornya segera bergabung dengan lautan kendaraan menuju kawasan industri

***

Tika, ia kerja tanpa jiwa. Napasnya sesak, Kepalanya penuh terisi gumpalan tanya atas apa yang ia saksikan tadi pagi. Dalam hatinya gemuruh oleh perasaan, entah apa. Ia melihat, Tutut tadi pagi meludah di gelas kopi yang dibuatnya untuk suaminya. Tentu tika tak salah lihat.

Sejak kedua orangtuanya meninggal, Tika memang kesulitan menemukan cerita indah tentang hubungan ia dengan keluarga. Bibi, paman yang tinggal bersamanya, adalah orang yang seadanya. Layaknya sepasang lelaki dan wanita biasa saja tanpa anak. Dulu kebutuhan Tika dipenuhi sekenanya saja.

Tapi walau sehancur-hancurnya Tutut sebagai Bibi, Tika tak pernah menyaksikan kejadian sebrutal pagi tadi. Tutut tidaklah kasar, dan juga tidak sering mengeluarkan kata-kata penuh cinta. Tika dan adiknya ingin salim dan cium tangan kepada bibi dan pamannya karena guru mereka mengajarkan begitu.

Perlakuan Tutut pada ponakannya berbeda dengan perlakuannya pada suaminya. Pada lelaki pengangguran itu. Tutut masih bersedia melayani membuatkan kopi atau mencucikan baju. Mereka berdua masi sering duduk dan berbincang juga. Sesekali bertengkar, adu mulut. Walau mereka tak pernah saling melukai fisik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline