Lihat ke Halaman Asli

Abdul Azis

Pecinta dan penikmat puisi

Kidung Malam Kamis

Diperbarui: 16 Juli 2020   10:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Pada Kata,

Sajak merangkak di tepian pundak bertapak sabak di bibir falak.
Bekas pijakan kaki dipetilasan suci pun berselimut sunyi di tepi telaga kasih Sang Hyang Widhi.


Kaki-kaki menari,
Mulut-mulut bernyanyi,
Jari-jari bersemi.

Atas nama Sang Maha Suci.

Ya Khaliqu, Ya Mubdi'u, Ya Salamu, Ya Mu'minu, Ya Ghafuru, ya Mu'diu,
Ya Mubdi'u, Ya Mani'u, Ya Jami'u.

Pada Malam.
Dalam peluk sunyi,
Kurasakan hidup yang sejati.
Dalam keramaian, aku rasakan kematian.
Pakem-pakem kutanam pada ladang kalbu hitam.
Aku adalah wayang yang bergerak
atas naskah Sang Dalang

Sayup-sayup suara atas seluruhMu menggema,
menelisik setiap telinga.

Ya ghofur.....
Sesak merangkak kupijakkan kaki pada mesiu-mesiu sang jahanam,
Semboyan pun ku pendam pada vas bunga di telaga fana,
Aku kepayahan!

Hei malam,
Tak bosankah kau muram,
Tak bosankah kau suram,
Tidurlah,

tidurlah,

tidurlah
"Malam harus segera berganti pagi. Kalau bisa terusalah pagi, tak usah ada malam lagi."
Batinku pada semilir angin yang berselimut semesta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline