Lihat ke Halaman Asli

Abdulah Mazid

Masyarakat

[Puisi] Zaman Edan

Diperbarui: 31 Mei 2024   07:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com


Tegas berani lantang berbunyi
bukan keniscayaan kebenaran
Mirisnya, tak sedikit yang benar esensial
memilih diam terpendam
Sedang pembohong tak henti menggonggong
Berkelakar ke setiap belukar
Bersabda di setiap meja

“Dusta dusta! Siapa mau dusta!
Dusta dusta! Ayo kak dibeli dustanya!
Bagus ini kualitasnya! Cocok buat segala usia! Nyaman juga harganya!
Dusta dusta!”
Pria-Wanita menjajakan dusta di mana mana
dari kota hingga desa
dari dusun hingga kampung
Tak luput barang satu gang satu jalanpun
Penuh riuh dengan dusta

Aku tidak bisa tidak tertawa
Sambil bertanya-tanya
kepada hujan yang riang;
kepada rumput yang cemberut;
kepada awan yang menawan;
kepada laut yang lembut;
kepada angin yang dingin;
kepada apapun;
Selain Kepada manusia fana,
Mengapa aku hidup di zaman yang demikian?

Mengapa kebodohan terus-terusan dilestarikan?
“O... Adab itu di atas ilmu. Gak usah sombong kamu ya!”

Mengapa wanita-wanita lebih suka kepada pria kaya?
“O... Persetan dari mana muasalnya, yang penting ada di depan mata. Ini nyata!”

Mengapa para pria melupakan esensi kecantikan wanita?
“O... Hawa telah tiada, tiada siapapun yang bisa menggantikannya”

Mengapa manusia memperjualbelikan surga?
“O... Surga surga! Seribu tiga!”

Mengapa manusia mencari-cari alasan atas kesengsaraan?
“O... Kehidupan memang demikian, kita hanya mampu berencana”

Mengapa manusia?
Mengapa?
Zaman edaaaan!

O.. Tuhan maha tega, maha bercanda.

Serang, 30 Mei 2024
A.m.

Catatan: (QS. Al-Kahfi: 1-10)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline