Ini cerita sekitar 12 tahun yang lalu saat kami duduk di perkuliahan semester akhir. Sebut saja nama temanku si Beni.
Menjelang ajalnya, badan Beni sangat kurus tinggal kulit membalut tulang. Padahal saat masih sehat badannya sangat segar dan berisi, mungkin sekitar 65 - 70 kg.
Kanker paru-paru yang diderita membuat dirinya hanya terbaring di kasur selama beberapa minggu. Kebiasaannya merokok membuat dirinya ambruk terkena kanker paru-paru.
Beni tidak sempat menyusun skripsi, ayahnya yang seorang pensiunan yang bekerja di Bandar Udara Soekarno Hatta tidak sempat melihat anak bontot laki-lakinya diwisuda. Beni meninggal setelah beberapa minggu digerogoti kanker paru.
Pengalaman ini menjadikan aku benar-benar total meninggalkan rokok untuk selamanya. Aku merokok sejak SMA. Biasalah anak remaja terpengaruh oleh teman.
Faktor kematian temanku karena terserang kanker paru-paru memang bukan satu-satunya yang membuat aku berhenti merokok, tapi tidak bisa dipungkiri itu menjadi penyebab utamanya.
Faktor lainnya yang membuat aku berhenti merokok adalah karena pekerjaan dan pandangan masa depan.
Aku dan (alm) Beni ketika kuliah terdaftar sebagai mahasiswa keguruan. Bagaimana mungkin seorang guru menyuruh muridnya tidak merokok sementara dia sendiri merokok? Ucapan dan tindakan tidak sesuai. Maka dari itu sebelum lulus kuliah, aku benar-benar berhenti merokok total.
Faktor masa depan yang aku maksud adalah aku akan menjadi seorang suami dan ayah maka aku harus berhenti merokok. Jika meneruskan kebiasaan merokok artinya aku bisa membunuh istri dan anak-anak secara pelan-pelan.
Dan ini benar adanya. Aku menerima beberapa cerita pengalaman istri saat menangani pasien. Ada beberapa kasus dimana balita menderita masalah pernapasan dan akhirnya meninggal. Penyebabnya bisa ditebak, salah satu atau kedua orang tuanya adalah perokok.