Saat Timun Mas menjelang Remaja, tepat diumurnya yang ke lima belas tahun Timun Mas mendapatkan kesusahan dan kebahagiaan sekaligus. Walaupun untuk mendapat kebahagiaan dan kesenangan itu, Timun Mas harus berjuang keras terlebih dahulu. pantang menyerah, tidak putus asa dan berusaha mencoba lepas dari kejaran raksasa Buto Ijo.
Menurut James Danandjaja cerita ini tergolong dongeng. Orang Jawa Tengah tidak percaya bahwa cerita itu benar-benar terjadi. Dongeng ini bagus karena memberi pelajaran kepada kita bahwa di dalam perjuangan menghadapi penindasan kita tidak usah takut. Janganlah cepat-cepat putus asa. Kita harus berusaha terus mengalahkannya. Akhirnya pasti kita akan menang. Walaupun mulanya kita lemah, asal kita berada di pihak yang benar, Tuhan selalu membela yang benar.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa ibu dan Timun Mas figur yang licik dan pengingkar janji, namun tak sedikit yang memuji perbuatan mereka sebagai tindakan yang manusiawi dan heroic. Alkisah, di sebuah kampung di daerah Jawa Tengah, hiduplah seorang janda paruh baya yang bernama Mbok Srini. Sejak ditinggal mati oleh suaminya beberapa tahun silam, ia hidup sebatang kara, karena tidak mempunyai anak. Ia sangat mengharapkan kehadiran seorang anak untuk mengisi kesepiannya. Namun, harapan itu telah pupus, karena suaminya telah meninggal dunia. Ia hanya menunggu keajaiban untuk bisa mendapatkan seorang anak. Ia sangat berharap keajaiban itu akan terjadi padanya. Untuk meraih harapan itu, siang malam ia selalu berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar diberi anak.
Pada suatu malam, harapan itu datang melalui mimpinya. Dalam mimpinya, ia didatangi oleh sesosok makhluk raksasa yang menyuruhnya pergi ke hutan, tempat ia biasanya mencari kayu bakar, dan mengambil sebuah bungkusan di bawah sebuah pohon besar. Saat terbangun di pagi hari, Mbok Srini hampir tidak percaya dengan mimpinya semalam.
Keinginannya pun akhirnya terkabul berkat bantuan dari raksasa Buto Ijo, namun bantuan yang diberikan tidak cuma-cuma. Sang raksasa memberikan syarat bahwa kelak dikemudian hari bila Timun Mas sudah dewasa maka dia harus dikembalikan kepadanya dan akan menjadi santapannya. Mbok Srini pun menyanggupinya.
Perempuan itu segera menanam biji timun itu di ladangnya. Dengan penuh harapan, setiap hari ia merawat tanaman itu dengan baik. Dua bulan kemudian, tanaman itu pun mulai berbuah. Namun anehnya, tanaman timun itu hanya berbuah satu. Semakin hari buah timun semakin besar melebihi buah timun pada umumnya. Warnanya pun sangat berbeda, yaitu berwarna kuning keemasan. Ketika buah timun masak, Mbok Srini memetiknya, lalu membawanya pulang ke gubuknya dengan susah payah, karena berat. Betapa terkejutnya ia setelah membelah buah timun itu. Ia mendapati seorang bayi perempuan yang sangat cantik. Ia pun memberi nama bayi itu Timun Mas.
Perasaan bahagia itu membuatnya lupa kepada janjinya bahwa dia akan menyerahkan bayi itu kepada raksasa itu suatu saat kelak. Ia merawat dan mendidik Timun Mas dengan penuh kasih sayang hingga tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Janda tua itu sangat bangga, karena selain cantik, putrinya juga memiliki kecerdasan yang luar biasa dan perangai yang baik. Oleh karena itu, ia sangat sayang kepadanya.
Janji kelak dikemudian hari itu pun tiba dan melalui proses mimpi Mbok Srini diberi pesan oleh Raksasa Buto ijo bahwa seminggu lagi ia akan datang menjemput Timun Mas. Sejak itu, ia selalu duduk termenung seorang diri. Hatinya sedih, karena ia akan berpisah dengan anak yang sangat disayanginya itu. Ia baru menyadari bahwa raksasa itu ternyata jahat, karena Timun Mas akan dijadikan santapannya.
Melihat ibunya sering duduk termenung, Timun Mas pun bertanya-tanya dalam hati. Suatu sore, akhirnya Timun Emas memberanikan diri untuk menanyakan kegundahan hati ibunya. Dan dengan berat hati kemudian Sang Ibu menceritakan perihal asal-usul Timun Mas yang selama ini ia rahasiakan.
Mendengar cerita itu, Timun Mas tersentak kaget seolah-olah tidak percaya. Seperti halnya keinginan sang ibu Timun Mas pun tak mau menjadi santapan Raksasa Buto Ijo. Dalam kecemasannya, tiba-tiba ia menemukan sebuah akal. Hari pertama Buto Ijo datang, ia menyuruh Timun Mas berpura-pura sakit. Dengan begitu, tentu raksasa itu tidak akan mau menyantapnya. Dan Mbok Srini terus menerus mengulur-ulur waktu hingga ia menemukan cara agar Timur Mas bisa selamat. Pada hari berikutnya, setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan cara yang menurutnya dapat menyelamatkan anaknya dari santapan raksasa itu. Ia akan meminta bantuan kepada seorang pertapa yang tinggal di sebuah gunung. Mendengar cerita Mbok Srini, pertapa itu pun bersedia membantu. Pertapa itu menggengam empat buah bungkusan kecil, lalu menyerahkannya kepada Mbok Srini.
Mbok Srini kemudian menyerahkan keempat bungkusan itu dan menjelaskan tujuannya kepada Timun Mas. Kini, hati Mbok Srini mulai agak tenang, karena anaknya sudah mempunyai senjata untuk melawan raksasa itu.
Beberapa hari kemudian, Raksasa itu pun datang untuk menagih janjinya kepada Mbok Srini. Ia sudah tidak sabar lagi ingin membawa dan menyantap daging Timun Mas. Mbok Srini tidak gentar lagi menghadapi ancaman itu. Dengan tenang, ia memanggil Timun Mas agar keluar dari dalam gubuk. Tak berapa lama, Timun Emas pun keluar lalu berdiri di samping ibunya.
Melihat Timun Mas yang benar-benar sudah dewasa, raksasa itu semakin tidak sabar ingin segera menyantapnya. Ketika ia hendak menangkapnya, Timun Mas segera berlari sekencang-kencangnya. Raksasa itu pun mengejarnya. Tak ayal lagi, terjadilah kejar-kejaran antara makhluk raksasa itu dengan Timun Mas. Setelah berlari jauh, Timun Mas mulai kecapaian, sementara raksasa itu semakin mendekat. Akhirnya, ia pun mengeluarkan bungkusan pemberian pertapa itu. Pertama-tama Timun Mas menebar biji timun. Sungguh ajaib, hutan di sekelilingnya tiba-tiba berubah menjadi ladang timun. Dalam sekejap, batang timun tersebut menjalar dan melilit seluruh tubuh raksasa itu. Namun, raksasa itu mampu melepaskan diri dan
kembali mengejar Timun Mas. Timun Emas pun segera melemparkan bungkusan yang berisi jarum. Dalam sekejap, jarum-jarum tersebut berubah menjadi rerimbunan pohon bambu yang tinggi dan runcing. Namun, raksasa itu mampu melewatinya dan terus mengejar Timun Mas, walaupun kakinya berdarah-darah karena tertusuk bambu tersebut.
Melihat usahanya belum berhasil, Timun Mas membuka bungkusan ketiga yang berisi garam lalu menebarkannya. Seketika itu pula, hutan yang telah dilewatinya tiba-tiba berubah menjadi lautan luas dan dalam, namun raksasa itu tetap berhasil melaluinya dengan mudah. Timun Emas pun mulai cemas, karena senjatanya hanya tersisa satu. Jika senjata tersebut tidak berhasil melumpuhkan raksasa itu, maka tamatlah riwayatnya. Dengan penuh keyakinan, ia pun melemparkan bungkusan terakhir yang berisi terasi. Seketika itu pula, tempat jatuhnya terasi itu tiba-tiba menjelma menjadi lautan lumpur yang mendidih. Alhasil, raksasa itu pun tercebur ke dalamnya dan tewas seketika. Maka selamatlah Timun Emas dari kejaran dan santapan raksasa itu.
Dengan sekuat tenaga, Timun Emas berjalan menuju ke gubuknya untuk menemui ibunya. Melihat anaknya selamat, Mbok Srini pun langsung berucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Sejak itu, Mbok Srini dan Timun Mas hidup berbahagia.
Ada yang mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Mbok Srini dan Timun Mas adalah sebuah perjuangan emansipasi perempuan. Dalam kesederhanaannya mereka mengembangkan kemandirian dalam ekonomi dan sikap. Tidak ada yang lebih indah untuk menggambarkan ketabahan dan kecerdasan dari prilaku mereka sehari-hari. Mbok Srini yang telah ditinggal meninggal oleh suaminya tidak kemudian putus asa dalam menjalani hidup, dia tetap tegar dan memiliki harapan, karena kita sebagai rakyat kebanyakan tidak ada yang membuat kita terus berani menjalani hidup dari hari ke hari kecuali karena kita memiliki harapan. Timun Mas dengan didikan yang baik dan benar serta limpahan kasih sayang kemudian tumbuh menjadi seorang perempuan yang dewasa dan bijak, tahu berterima kasih kepada Mbok Srini, walaupun dulu dia berasal dari bibit seorang Raksasa Buto Ijo yang serakah dan kejam. Pendidikan yang baik telah merubah bibit yang buruk kemudian menjadi jauh lebih baik dari genetic asalnya.
* Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H