Lihat ke Halaman Asli

Abdul Rojak

Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

Masyarakat Madani

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Ketika alam semesta sudah tercipta dengan hukum kausal dan norma-norma yang telah melekat di dalamnya, Tuhan menurunkan kebaikan ke muka bumi dan juga temannya kejahatan. Sebab segala sesuatu diciptakan Tuhan dengan sebab dan akibat serta dua kemungkinan yang saling bertolak belakang. Tapi yang jelas perbedaan itu diciptakan bukan untuk saling membunuh, menindas atau menghilangkan salah satunya. Perbedaan itu dibuat untuk saling mengisi dan saling melengkapi. Agar hidup lebih berwarna, daripada sekedar hitam dan putih. Dalam kamus filsafat, inilah yang disebut dialektika abadi untuk mencapai kesempurnaan hidup yang lebih baik.

Yang bijak dalam bersikap tentang kebaikan dan kejahatan adalah keseimbangan terhadap keduanya. Dimana kita berlaku adil. Toh, keduanya bermanfaat bagi kehidupan kita sehari-hari. Belajar memahami keduanya merupakan pilihan yang tepat agar hidup lebih bermakna. Bagaimana kita bisa mengetahui yang baik kalau kita tidak tahu apa itu kejahatan. Dan bagaimana mungkin kita bisa mengetahui yang jahat kalau kita tidak mengetahui apa itu kebaikan.

Ketika orang banyak membicarakan masyarakat sipil yang madani dan beradab, dalam benak dan mimpi banyak orang, itu adalah masyarakat yang hidup dengan tenang, teratur, bertata krama, ramah, hukum ditegakkan, adil, demokratis, penuh cinta kasih dan jauh dari kekerasan, dendam, pembunuhan, pencekalan, pemerasan, pemerkosaan tubuh atau hak asasi dan yang terpenting jauh dari korupsi, kolusi, nepotisme, arogansi dan sikap otoriter pemerintah yang berkuasa. Apakah itu masyarakat madani?

Apakah mungkin dalam suatu komunitas manusia, kekerasan tidak pernah terjadi. Padahal kita tahu kekerasan bisa saja terjadi dimana-mana, pada masyarakat sipil yang beradab ataupun masyarakat militer yang otoriter.

Dalam sejarah yang cukup purba, pertentangan masyarakat sipil dan militer terjadi ratusan tahun yang lalu di Yunani Kuno. Dimana Athena merupakan lambang masyarakat sipil dan Sparta simbol masyarakat militer. Perang pun tak terelakan sering terjadi, tapi melalui peperangan itulah manusia menggapai puncak kreatifitas yang progresif, seperti ketika terjadi Perang Dingin (cold war) tahun 1945 – 1990. Dua negara adi daya Amerika Serikat dan Uni Soviet mengalami kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Hingga tercatat dalam sejarah, proyek ruang angkasa dimulai dan manusia berhasil menginjakkan kakinya di bulan. Ternyata perang tidak selalu berdampak negatif, karena memang segala sesuatu memiliki sebab dan akibat, baik dan buruk, positif dan negatif.

Memang tidak bisa dikatakan bahwa sipil lambang kebaikan dan militer simbol kejahatan, karena baik sipil dan militer memiliki kebaikan dan keburukan. Hanya saja manusia memang selalu mempunyai kecenderungan, mana yang lebih berkembang, kebaikan atau keburukan. Inilah yang membedakan manusia dengan Tuhannya. Dimana Tuhan tidak memiliki kecenderungan karena tuhan maha adil dan seimbang. Dengan kekuasaannya Tuhan bisa menggengam kebaikan dan keburukan dengan netral. Dia bisa menciptakan Iblis yang jahat dan sombong, Dia juga bisa menciptakan malaikat yang baik dan patuh.Dia bisa menciptakan surga yang damai, Dia juga bisa menciptakan neraka yang kejam dan keras.

* Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline