Lihat ke Halaman Asli

Abdul Rojak

Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

Mengendarai Motor adalah Sebuah Ideologi Bagiku

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan bisa dikatakan sebuah meditasi, perenungan tingkat tinggi. Dalam proses mengenderai motor, sebuah perjalanan di isi dengan pandangan mata sekitar yang berganti-ganti siluet dan episode, setelah pandangan mata berlanjut pada pandangan pikiran, menyerap fakta kemudian dijadikan sebuah data, berlanjut pada pandangan hati, sesuatu yang menggugah rasa dan nalar, mendorongku untuk berbuat sesuatu, entah hanya sekedar menyikapi, berpendapat, bahkan merencanakan untuk membuat suatu aksi.

Setiap pagi adalah hal yang rutin dilakukan untuk mengendarai motor, mengantarkan isteri tercinta sampai ke tempat kerjanya di daerah Cilandak, tepatnya SMP 56 Jeruk Purut, Pasar Minggu Jakarta Selatan. Setelah itu aku balik lagi ke arah Cinere, dimana tempat mengajarku di SMA Avicenna Cinere, Depok. Proses ini terus berlangsung dari setiap hari senin sampai hari jumat, sebuah perulangan dan perulangan. Apakah menjemukan dan membosankan? Ya, Sudah pastilah. Tapi kebosanan hanya terjadi pada sudut pandang yang juga membosankan, dan aku tidak mau terjebak pada kebosanan dan kemalasan, walau kadang itu menyergap begitu saja.

Strategi untuk menghindari kebosanan dalam berkendara adalah mendengarkan musik di radio. Ada 2 stasiun radio yang setiap pagi rutin ku dengar, Smart FM dan Gen FM. Smart FM menyajikan materi full berita dan informasi aktual, hingga akses tersebut memberikanku banyak pencerahan dan selalu up date. Sedangkan Gen FM, adalah stasiun radio yang serius memperdengarkan musik, dan lagu Indonesia banget, sesekali memang ada lagu barat, tapi itulah yang saya suka dari Gen FM, nasionalismenya tinggi dan tidak diragukan lagi, sesuai dengan jiwa dan stiker motor yang penuh ku tempel bendera Indonesia dengan berbagai versi.

Mengendarai motor adalah sebuah ideologi, terinspirasi dengan perjalanan hidup Che Guevara yang pernah berkendara motor mengelilingi Argentina tahun 1949, Ini dilakukannya sebagai bentuk kepedulian dan kecintaan pada bangsanya. Dan tahun 1951 diulanginya lagi dengan menyusuri jalan-jalan di Amerika Selatan melintasi Chili, Peru, Kolombia, Venezuela sampai Miami. Dia berharap bisa mendapatkan data yang akurat, valid dan dilihat dengan mata kepalanya sendiri tentang kondisi bangsanya, tentang keadaan orang miskin dan suku Indian yang payah, setelah itu dia memformulasikan suatu solusi dari keadaan yang menekan, dan menjajah bangsanya, hingga kemiskinan dan penderitaan terus saja menghantui bangsanya. Setelah perjalanan dan refleksi yang dirasa cukup dengan keliling Amerika Selatan, maka dia memutuskan untuk membuat suatu aksi. Dimulai dari bakti profesinya sebagai dokter, melayani dan mengobati sakit di sebuah Rumah Sakit Umum di Mexico tahun 1954. Sampai kemudian dia bertemu Fidel Castro, yang mengenalkannya aksi perang gerilya, dihutan maupun dikota, membebaskan dominasi kekuasaan penjajah. menemukan pelabuhan terakhirnya di negara Kuba, berjuang bersama Fidel Castro. Kata bijak yang banyak dikutip orang dari Che Guevara, adalah, ”Manusia dapat sungguh mencapai tingkat kemanusiaan yang sempurna ketika berproduksi tanpa dipaksa oleh kebutuhan fisiknya”.

Hujan Lokal

Bukan hanya ujian sekolah saja yang lokal, tapi hujan pun bisa lokal. Dimana ditempat A hujan, tetapi di tempat B tidak hujan, bahkan kering dan panas. Dalam memori seorang pengendara motor, hujan lokal kemudian menjadi pengetahuan yang standar dalam memutuskan untuk segera mengendarai atau berhenti. Bila dilihat dirinya, tegak lurus dengan langit, awan hitam menggantung di atas, dengan udara yang lembab dan merata di ufuk horison, maka aku memutuskan untuk berhenti atau segera mengenakan jas hujan. Tapi walaupun awan mendung tegak lurus denganku, namun di ufuk horison sebelah timur tempat tujuanku, terang dan cerah, aku yakin dan pasti, bersemangat untuk menembus udara lembab dan bergegas ke tempat tujuannku, karena ku yakin hujan lokal ini bisa ku tinggalkan dan ditempat yang ku tuju pasti keris dan panas.

Tebar Paku

Ini adalah hal yang menyebalkan untuk memulai hari, bila tiba-tiba ditengah jalan ban kempes, bocor dan setelah diteliti terkena paku, kawat atau potongan besi kecil, sepintas memang gejala biasa dan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja.

Aku pernah mengalami ban bocor terkena potongan besi kecil, tapi pada hari-hari berikutnya aku perhatikan setiap pagi di jalan yang sama, Jl. Raya TB Simatupang, yang melewati Citos (Cilandak Town Square) sampai perempatan lampu merah Trakindo, banyak korban berjatuhan. Tidak hanya satu atau dua, bahkan kalau dihitung dalam jam sibuk pagi hari antara jam 06.30 s.d 07.30 WIB, aku dapati yang terkena bisa empat sampai lima motor.

Pasca kejadian terjebak tebar paku di jalan tersebut, setelah lampu merah perempatan Fatmawati aku selalu perbanyak berdoa dan berzikir pada Tuhan, agar bisa melewati jalan jahanam itu dengan selamat. Dan Jalan pinggir kini aku agak hindari, kecuali kalau sangat terpaksa, karena biasanya penebar paku meletakkanya di pinggir-pinggir jalan dekat trotoar, di mana biasanya motor-motor selap-selip menghindari macet. Terkutuklah penebar paku Jahanam.

Sampah Berserakan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline