Lihat ke Halaman Asli

Abdul Rojak

Membaca adalah hiburan, menulis adalah pelepasan ide dan gagasan

Tafsir dan Rekonstruksi Ulang Cerpen Kompas, Salju di Leuven karya Bosman Batubara

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Cerpen Kompas Minggu, 20 Februari 2011. Salju di Leuven karya Bosman Batubara.

Bagi yang terbiasa dengan cerpen sastra, yang berat dengan sarat makna, membaca cerpen ini, terasa ringan dan penuh romantika cinta. Tapi setelah saya ingat-ingat kembali dengan pertanyaan “mengapa Kompas cetak menerbitkan cerpen ini?”, jawabannya adalah “ini bulan Februari, bulan kasih sayang, dimana didalamnya ada hari Valentine”. Buat saya kesadaran ini memberikan suatu permakluman tentang terbitnya cerpen ini.

Dengan tema cinta dan persahabatan barunya, tokoh utama “aku”, menceritakan pertemuan yang berkesan dengan Maria Janakova.

Sebelumnya tokoh “aku” putus cinta dengan pacarnya, karena si perempuan jatuh cinta kembali dengan laki-laki lain. Seperti yang diungkapkan berikut ini, “Kekasih yang sangat aku cintai pergi begitu saja meninggalkan luka yang mendalam. ”I’m in love dengan someone else,” demikian pesannya di Facebook.”

Namun tokoh “aku” tidak larut dalam kesedihan dan membuka persahabatan baru dengan Maria Janakova yang di kenalnya di tempat Laundry umum. Dan perkenalan tokoh “aku” dengan sahabat barunya semakin lebih akrab karena Maria Janakova pernah ke Indonesia. Keduanya sangat suka dengan tahu goreng dengan cabe rawit, dan tempe goreng.

Ada perumpamaan yang indah yang diungkap oleh tokoh “aku” dalam menjabarkan Maria Janakova, saat mereka sedang berdansa di sebuah bar, dan sepertinya pada momen itulah benih cinta mulai bersemi di dalam hati tokoh “aku”. ”I’m a girl baby, I’m a girl baby,” katamu salah tingkah ketika aku memergokimu sedang berkaca di dinding bar sambil mengibas-ngibaskan rambutmu. Aha.., aku tambah tersenyum melihatmu begitu. Itu momen belum tentu datang seratus tahun sekali. Sayang sekali aku tak bisa melihat rona wajahmu ketika itu karena lampu bar yang remang-remang. Jadi aku cuma bisa menebak-nebak saja. Dan tentu saja aku takkan menceritakan seperti apa wajahmu dalam tebakanku. Yang jelas, malam itu aura perempuanmu benar-benar keluar. Jauh dari penampilanmu di hari-hari biasa yang sedikit tomboi.

Dalam kebersamaan persahabatan yang indah itu ternyata mereka harus berpisah, took “aku” tetap di Leuven, dan Maria harus pulang kembali ke Bratislava, tapi mereka berjanji akan bertemu kembali. Dan tokoh “aku” mengungkapkan kembali kalimat puitisnya, “Aku percaya kepadamu. Bagiku, kata-katamu seperti jaket di musim dingin.”

Konteks Keindonesiaan

Setting cerita berada di Leuven, Belgia, Eropa Barat, namun dalam beberapa penuturan dan perlambang ada disebut-sebut Indonesia sebagai sebuah kenangan.

“…Aku tidak pernah memasak tahu isi sebelumnya. Tapi aku pernah melihat bagaimana mbok-mbok tukang gorengan di Jogja melakukannya. Dan tak ada susahnya meniru itu...”

“…Aku takkan pernah lupa ketika suatu malam kamu datang mengetok kamarku dengan wajah yang amburadul seperti lalu lintas Jakarta dan mengajakku keluar…”

*Penulis adalah Guru Sejarah SMA Avicenna Cinere




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline