Lihat ke Halaman Asli

Bang Doel

Penulis tentang keperempuanan, pendidikan dan kaum marginal.

Keputusanmu. Rasional atau Emosional?

Diperbarui: 10 Desember 2022   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengambilan keputusan adalah sebuah hal uyang paling penting dalam kehidupan seseorang. Keputusan akan menjadi barometer untuk langkah selanjutnya, bisa dibilang barometer sukses dan gagal, diterima atau tidaknya, atau dalam konteks lainnya.

Secara fitrohnya. Manusia dalam mengambil keputusan melibatkan salah satu dari dua unsur yang penting dalam pengambilan keputusan. Dua unsur itu adalah rasionalitas yang ada di otak atau akal manusia itu sendiri, kedua adalah emosional yang ada di hatinya atau dalam islam bersifat rohaniahnya.

Hal ini sebetulnya wajar saja. Karena memang, mau tak mau sebagai manusia dalam pengambilan keputusan itu haruslah memakai salah satu dari dua unsur itu. Walaupun tak jarang juga dalam pengambilan kepustusan itu seseorang menggabungkan dua unsur itu.

Ada dua orang ulama besar yang terkenal di dunia. Kedua ulama yang nantinya akan menjadi rujukan dalam pengambilan keputusan berkenaan dengan Islam yang nantnya tergolong dalam empat ulama besar.

Pada suatu waktu. Kedua ulama ini yang merupakan seorang murid dan guru itu terlibat sebuah percakapan yang bersifat diskusi mengenai rizki. Ulama yang satu berkata, "wahai guruku, aku lebih memilih bahwa rizki itu bersifat diam yang artinya kita harus menjemput rizki itu, tanpa dijemput maka rizki itu tak akan bisa kita dapat" hal ini sedikit berbeda dengan pandangan gurunya mengenai rizki yang akan datang dengan sendirinya.

Hingga akhirnya, sang murid yang nantinya akan menjadi ulama besar juga seperti gurunya itu ingin membuktikan sudut pandangnya mengenai rizki. Sang muridpun pamit dengan santun kepada gurunya untuk menjemput rizki.

Sang murid pun keluar setelah diizinkan oleh gurunya dengan mngucapkan salam.

Murid itu keluar dan berjalan-jalan dalam jalan setapak yang biasa dia lewati. Saat melewati sebuah kebun anggur, dia melihat ada para petani yang sedang memanen buah anggur itu. Karena petani itu merasa kurang tenaga, maka sang petani itu memanggil sang murid yang baru keluar itu.

"Wahai fulan, kemarilah." Kata petani itu. Sang murid itu pun menghampiri sang petani itu dengan semangat.

"Saya mau minta bantuan untuk membantu kami memetic buah anggur yang sudah masak ini. Kebetulan kami kekurangan orang untuk memanen buah anggu yang banyak ini" timpal sang petani menjelaskan maksud dari memanggil dirinya.

"Baik pak, akan saya bantu"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline