Lihat ke Halaman Asli

Aziz Safa

editor dan operator madrasah

Surat Buat Rayyan (2)

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Rayyan, sebelum surat ini saya mulai, izinkanlah saya menghaturkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maharahman, yang telah menjadikan segala makhluk beserta atributnya, yang telah menciptakan langit beserta gerak dan kekuasaannya, yang telah menciptakan bumi berikut kepatuhan dan ketenangannya. Juga teruntuk utusan-Nya, Muhammad yang Terpilih, Al-Fatihah.

Rayyan, entah apa yang sedang kaulakukan sekarang, sibuk atau tidak, semoga hadirnya surat lanjutan ini tak membuatmu bosan, apalagi muntab. Lembaran surat ini merupakan curhat semata, bukan surat cinta Qais kepada Laila muda. Sebagaimana di akhir surat sebelumnya, saya akan mengirimkan surat lagi dengan tujuan yang sama. Tak lebih dari itu.

Rayyan, sehari yang lalu, saya mendengar khatib menyatakan bahwa Ramadhan merupakan bulan penyapihan nafsu. Siapa pun yang bisa menyapih nafsu dengan sempurna, tentu dosa-dosanya akan dihapuskan. Ia akan kembali menjadi putih bersih tanpa noda. Seputih kertas yang belum ditulisi. Mirip bayi dalam teori tabula rasa. Ia pun berhak mengenakan baju takwa.

Tapi, Rayyan, apakah pertahanan dari makan dan minum yang saya lakukan masih dapat dianggap puasa padahal saya sering merasa jengkel saat melihat warung makan yang siang-siang buka; marah melihat orang yang asyik merokok di pinggir jalan saat pergi-pulang kerja; memilih mangkir saat ada fakir nyinyir di depan mata; tak sungkan membincang cacat tetangga. Masih layakkah?

Rayyan, maaf jika puasa saya hari ini sebatas bertahan dari godaan makan dan minum semata. Puasa serasa hanya memindah (atau menunda) waktu makan siang ke malam. Saya lebih konsumtif pada malam harinya dibanding hari-hari lain. Janganlah heran jika engkau menemukan saya siang tampak lemas sementara malam tampak beringas-angas.

Rayyan, sejatinya puasa yang sedang saya lakukan ini bisa melahirkan perubahan, tidak sebatas menggugurkan kewajiban formal-ritualistik. Seyogianya puasa saya mempunyai andil dalam membidani lahirnya perubahan sosial, tak semata individual. Bukankah bagian terpenting ibadah adalah implementasi pesan-pesan ibadah ke dalam tindakan yang nyata?

Atas semua itu, Rayyan, saya hanya bisa meminta ampun di dalam hati atas perkataan dan tindakan saya yang tak sesuai dengan pesan yang terkandung di dalamnya kepada Tuhan Yang Maharahman. Hanya itu yang saya mampu, kendati itu adalah selemah-lemahnya iman. Rayyan, saya mohon sampaikanlah permohonan saya berikut ini kepada Allah Yang Maharahman:

Ya Allah, hiasilah aku di bulan ini pengampunan dan kesucian. Balutlah aku di dalamnya dengan pakaian qana’ah dan rasa cukup. Janganlah Engkau hukum aku karena kekeliruan yang kulakukan. Ampunilah aku dari kesalahan-kesalahan dan kebodohan. Janganlah Engkau jadikan diriku sebagai sasaran bala dan malapetaka dengan kemuliaan-Mu, wahai Penjaga orang-orang yang ketakutan.

Al-Faqir,

Aziz Safa

[telkomsel Ramadhanku]

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline