Lihat ke Halaman Asli

Aziz Safa

editor dan operator madrasah

Menunggu Konfirmasimu...

Diperbarui: 26 Juni 2015   16:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

[caption id="attachment_121574" align="alignleft" width="207" caption=""menunggu konfirmasimu, di taman hatiku" (gambar: www.flickr.com)"][/caption] Hidup tak ubahnya seperti rangkaian akumulasi waktu tunggu. Dari detik ke menit, menit ke jam, jam ke hari, hari ke pekan, dari pekan ke bulan, bulan ke tahun, dan seterusnya. Dalam setiap perubahan waktu terdapat hentakan jarum waktu. Dari hentakan jarum waktu itulah aku belajar bahwa telah terjadi perubahan waktu dalam hidupku. Memang, perubahan waktu bisa dijadikan sebuah pertanda bahwa sesungguhnya telah terjadi perubahan pada diriku. Setiap kali waktu tersebut bergeser, setiap itu pula usiaku tak lagi muda. Atau sebaliknya, waktu hidupku di dunia pun semakin menyusut berkurang, sebagaimana diajarkan penghulu agama. Begitulah hukum alam yang berjalan. Suka atau tidak, siap atau tidak, hukum tersebut tetap akan berlaku atas diriku. Tapi aku lebih sering bertumbuh-kembang menjadi makhluk yang terlena oleh waktu dan tak mau tahu soal waktu. Sungguh, aku tak ingin menjadi manusia yang lalai dengan waktu. Hingga perubahan waktu yang terjadi itu seolah-olah sepi makna bagi safar kehidupanku! Aku sadar bahwa waktu adalah satu hal yang selalu meliputiku, dan cepat hilang dari sisiku. Ke mana pun kaki diarahkan, ia selalu setia bersamaku. Di mana pun kaki dijejakkan, ia selalu membekaskan kejadian. Jika pun hidup ini sekadar lelaku mampir minum, urip mung mampir ngombe, aku ingin menikmati kesementaraan ampiran itu dengan penuh kesadaran tanpa paksaan. Kapan aku harus mampir untuk minum dan kapan aku harus meneruskan perjalanan, tentu itu tergantung kebutuhanku. Tapi aku percaya ada yang berkuasa dalam menentukan kapan waktu yang tepat bagiku untuk menjalani sebuah lakon kehidupan. Dia juga yang akan memutuskan apakah lakon yang tengah aku jalani itu harus berubah atau masih terus berlanjut. Dari waktu ke waktu tersebut, mungkin Tuhan menitip-amanatkan kepadaku untuk senantiasa belajar dari ragam peristiwa di sekitar agar aku tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari, seperti keledai yang terperosok dalam satu lobang yang sama. Di sini, aku diharapkan untuk tidak mudah terpengaruh dengan keadaan yang ada di sekelilingku. Dari situ pula aku belajar memahami sebuah pilihan hidup. Semoga akumulasi waktu tungguku di dunia ini bisa aku isi dengan hal-hal yang baik, bermanfaat, dan penuh semangat. Begitu pun saat aku memilih untuk menunggu konfirmasimu, di taman hatiku...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline